1. Judul Penelitian:
Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan
Daerah dalam Pembuatan Laporan Keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng
2. Latar Belakang
Pemerintahan yang baik (Good Governance) dewasa ini menjadi isu
yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik sejalan dengan
penyelenggaraan otonomi daerah. Tata Pemerintahan yang baik (Good Governance), merupakan suatu konsep
pengelolaan pemerintahan yang seharusnya diterapkan di semua tingkat
pemerintahan. United Nations Development Programme (UNDP) merumuskan good governance sebagai suatu exercise
dari kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi untuk menata, mengatur dan
mengelola masalah-masalah sosialnya (UNDP: 1997). Istilah governance menunjukkan suatu proses di mana rakyat bisa mengatur
ekonominya. Institusi serta sumber-sumber sosial dan politik tidak hanya
dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi,
integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyat.
Kemampuan suatu negara dalam mencapai tujuan-tujuan
pembangunan sangat tergantung pada kualitas tata pemerintahannya di mana
pemerintah melakukan interaksi dengan pihak swasta dan masyarakat madani.
Taschereau dan Campos dalam UNDP (1997) menyatakan bahwa Tiga unsur penting
yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan (interlock) dalam
pembangunan ekonomi daerah adalah: 1) Negara (state); 2) Masyarakat madani (civil
society); dan 3) Sektor swasta (private
sector). Ketiga unsur tersebut mempunyai tata hubungan yang sama, sederajat
dan saling mempengaruhi.
Rukmo (2010) menyatakan ada sepuluh
prinsip tata pemerintahan yang secara terus-menerus dikampanyekan dan
disosialisasikan baik oleh pihak lembaga PBB maupun pemerintah, yaitu:
a).
Partisipasi. Partisipasi mendorong
setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses
pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara
langsung maupun tak langsung. Partisipasi itu dimaksudkan untuk menjamin agar
setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka
mengantisipasi berbagai isu, pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi
agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi itu meliputi
pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara
tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui
perencanaan partisipaif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan,
evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk
menyelesaikan isu sektoral.
b).
Penegakan hukum. Penegakan hukum
atau dalam bahasa Inggrisnya rule of law
diharapkan akan mewujudkan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak
tanpa pengecualian, menjujung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat. Berdasarkan kewenangannya, pemerintah daerah harus
mendukung tegaknya supremasi hukum dengan melakukan berbagai penyuluhan
peraturan perundang-undangan dan menghidupkan kembali nilai-nilai dan
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Di samping itu, pemerintah daerah perlu
mengupayakan adanya peraturan daerah yang bijaksana dan efektif, serta didukung
penegakan hukum yang adil dan tepat. Pemerintah daerah, DPRD maupun masyarakat
perlu menghilangkan kebiasaan yang dapat menimbulkan KKN.
c).
Transparansi. Transparansi akan
menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang
akurat dan memadai, karena informasi merupakan suatu kebutuhan penting
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Berkaitan dengan itu,
pemerintah daerah perlu proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan
dan layanan yang disediakan kepada masyarakat. Pemerintah daerah perlu
mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti melalui brosur, leaflet, pengumuman
melalui koran, radio serta televisi lokal. Pemerintah daerah perlu menyiapkan
kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi. Kebijakan itu akan
memperjelas bentuk informasi yang dapat diakses masyarakat ataupun bentuk
informasi yang bersifat rahasia, bagaimana cara mendapatkan informasi, lama
waktu mendapatkan informasi serta prosedur pengaduan apabila informasi tidak
sampai kepada masyarakat.
d).
Kesetaraan. Kesetaraan akan memberi
peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraannya. Tujuan prinsip itu adalah menjamin agar kepentingan
pihak-pihak yang kurang beruntung, seperti mereka yang miskin dan lemah, tetap
terakomodasi dalam proses pengambilan keputusan. Perhatian khusus perlu
diberikan kepada kaum minoritas agar mereka tidak tersingkir. Selanjutnya
kebijakan khusus akan disusun untuk menjamin adanya kesetaraan terhadap wanita
dan kaum minoritas baik dalam lembaga eksekutif dan legislatif.
e).
Daya Tanggap. Daya tanggap akan
dapat meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintahan terhadap aspirasi
masyarakat, tanpa kecuali. Pemerintah daerah perlu membangun jalur komunikasi
untuk menampung aspirasi masyarakat dalam hal penyusunan kebijakan. Ini dapat
berupa forum masyarakat, talk show, layanan hotline, prosedur komplain. Sebagai
fungsi pelayan masyarakat, pemerintah daerah akan mengoptimalkan pendekatan
kemasyarakatan dan secara periodik mengumpulkan pendapat masyarakat.
f).
Wawasan ke depan. Wawasan ke depan
dapat membangun daerah berdasarkan visi dan strategi yang jelas dan
mengikutsertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa
memiliki dan ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan daerahnya. Tujuan
penyusunan visi dan strategi adalah memberikan arah pembangunan secara umum
sehingga dapat membantu dalam penggunaan sumber daya secara lebih efektif.
Untuk menjadi visi yang dapat diterima secara luas, visi tersebut perlu disusun
secara terbuka dan transparan, dengan didukung dengan partisipasi masyarakat,
kelompok-kelompok masyarakat yang peduli, serta kalangan dunia usaha.
Pemerintah daerah perlu proaktif mempromosikan pembentukan forum konsultasi
masyarakat, serta membuat berbagai produk yang dapat digunakan oleh masyarakat.
g).
Akuntabilitas. Akuntabilitas
akan meningkatkan tanggung jawab dan tanggung gugat para pengambil keputusan
dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Seluruh
pembuat kebijakan pada semua tingkatan harus memahami bahwa mereka harus
mempertanggungjawabkan hasil kepada masyarakat. Untuk mengukur kinerja pemerintah
daerah secara objektif perlu adanya indikator yang jelas. Sistem pengawasan
perlu diperkuat dan hasil audit harus dipublikasikan, dan apabila terdapat
kesalahan, harus diberi sanksi.
h).
Pengawasan. Pengawasan dapat
meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat luas.
Pengawasan yang dilakukan oleh lembaga berwenang perlu memberi peluang bagi
masyarakat dan organisasi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam
pemantauan, evaluasi, dan pengawasan kerja, sesuai dengan bidangnya. Walaupun
demikian tetap diperlukan adanya auditor independen dari luar dan hasil audit
perlu dipublikasikan kepada masyarakat.
i).
Efisiensi dan Efektivitas. Efisiensi
dan efektivitas menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan
menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
Pelayanan masyarakat harus mengutamakan kepuasan masyarakat, dan didukung
mekanisme penganggaran serta pengawasan yang rasional dan transparan.
Lembaga-lembaga yang bergerak di bidang jasa pelayanan umum harus
menginformasikan biaya dan jenis pelayanannya. Untuk menciptakan efisiensi
harus digunakan teknik manajemen modern untuk administrasi kecamatan dan perlu
adanya desentralisasi kewenangan layanan masyarakat sampai ke tingkat
kelurahan/desa.
j).
Profesionalisme.
Profesionalisme dapat meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara
pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya
yang terjangkau. Tujuannya adalah menciptakan birokrasi profesional yang
dapat efektif memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini perlu didukung dengan
mekanisme penerimaan staf yang efektif, sistem pengembangan karier dan
pengembangan staf yang efektif, penilaian, promosi dan penggajian staf yang
wajar.
Salah satu perwujudan good
governmance dapat dilihat dari pengelolaan serta pelaporan keuangan yang
baik dari tingkat daerah sampai pusat. Penyelenggaraan
fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan
urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang
cukup kepada daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintahan
yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah. Ditinjau
berdasarkan prinsip-prinsip yang disampaikan oleh Rukmo, maka perwujudan
melalui pelaporan keuangan merupakan bentuk keterkaitan antara prinsip
transparansi, akuntabilitas, pengawasan serta profesionalisme pemerintah dalam
menjalankan roda pemerintahannya. Hal ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 Pasal 184 ayat (1) dan (3) tentang Pemerintahan Daerah yang
menyatakan bahwa: “Laporan keuangan pemerintah daerah disusun dan disajikan
sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”. Menyikapi
standarisasi akuntansi pemerintahan, dalam hal ini telah dikeluarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah.
Menindak lanjuti Permendagri No.
13/2006 tersebut, Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Surat Edaran Menteri
Dalam Negeri Nomor : SE.900/122/BAKD tanggal 13 Pebruari 2008 perihal Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Pengembangan dan Implementasi SIPKD dan Regional SIKD, dan
Surat Edaran No. 900/360/BAKD tanggal 29 Mei 2009 tentang implementasi aplikasi
SIPKD dan regional SIKD versi Realise. Adanya surat edaran ini merupakan dasar
dan payung hukum bagi pemerintah daerah dalam penggunaan SIPKD dalam penyusunan
laporan keuangan.
Kabupaten Buleleng merupakan salah
satu kabupaten yang berada di Bali, yang juga berupaya untuk mewujudkan good govenmance. Atas dasar tekad dan
semangat untuk perwujudan good governmance itu maka Pemerintah Kabupaten
Buleleng juga berupaya untuk mewujudkan administrasi Negara yang mampu
mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Salah satu upaya
pemerintah Kabupaten Buleleng dalam mewujudkan good governmance sesuai dengan prinsip yang telah disampaikan
diatas adalah melalui pengelolaan keuangan daerah yang efektif, efesien,
transparan dan akuntabel.
Dalam rangka pemenuhan atas
tuntutan itu maka diperlukan pengembangan dan penetapan sistem serta prosedur
kerja yang cepat, tepat, jelas dan nyata serta dapat dipertanggungjawabkan
sehingga penyelenggaraan tugas-tugas pada SKPD dan SKPKD bisa berlangsung
secara berdayaguna. Maka, sejak tahun 2009 dalam melakukan tugas pengelolaan
serta pelaporan keuangan, seluruh SKPD dan SKPKD di Kabupaten Buleleng, telah
dibantu dengan adanya sistem informasi yaitu Sistem Informasi Pengelolaan
Keuangan Daerah (SIPKD). SIPKD merupakan aplikasi yang dapat menjadi alat bantu
dalam proses pengelolaan keuangan daerah dari mulai tahapan rancangan anggaran
hingga pertanggungjawaban anggaran yang berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Penggunaan SIPKD oleh setiap SKPD
maupun SKPKD di Kabupaten Buleleng telah diperkuat oleh Surat Keputusan Bupati
Buleleng No. 900/125/HK/2013 tentang tim koordinasi percepatan implementasi dan
pengembangan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (SIPKD) yang
menyatakan bahwa perlunya dibentuk sebuah tim kordinasi dalam rangka
mengembangkan implementasi dan pengembangan SIPKD pada sistem pengelolaan
daerah.
SIPKD merupakan seperangkat
aplikasi terpadu yang dipergunakan sebagai alat bantu untuk meningkatkan
efektifitas implementasi berbagai regulasi bidang pengelolaan keuangan daerah
yang didasarkan pada asas efisiensi, ekonomis, efektif, transparan, akuntabel
dan auditabel. Aplikasi pada tingkat SKPD dan SKPKD dapat dihubungkan secara On
line maupun Off line tergantung ketersediaan infrastruktur yang ada.
Apabila dalam proses penyusunan anggaran dan perubahan anggaran SKPD dan SKPKD
tidak terkoneksi secara On line dapat dilakukan penggabungan data
untuk kepentingan konsolidasi.
Namun dalam implementasinya sistem
belum mecapai target pekerjaan yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan
pengamatan penulis di Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng terhadap penggunaan
SIPKD dalam pelaporan keuangan, dimana masih terdapat beberapa kelemahan
penggunaan SIPKD yang dikarenakan masih adanya keterlambatan pembuatan laporan,
kesalahan data pada laporan-laporan yang sudah dikerjakan pada aplikasi serta
minimnya sumber daya manusia yang mampu untuk menjalankan program aplikasi.
Berdasarkan latar
belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
deskriptif dengan judul “Implementasi
Kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Pembuatan Laporan
Keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng
“.
3. Identifikasi Masalah
Sistem Informasi Pengelolaan
Keuangan Daerah umumnya telah berjalan dengan baik, tetapi masih ada yang
kurang dalam pengimplementasian sistem tersebut. Adapun kekurangannya adalah
sebagai berikut.
a).
Dalam pembuatan
Laporan keuangan masih adanya keterlambatan pembuatan sehingga menghambat
terhadap pekerjaan yang lain.
b).
Pada data yang ada
masih ada terjadi kesalahan data seperti nomor dll.
c). Masih ada user atau pengguna yang belum memahami cara
memakai aplikasi tersebut.
4. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
a.
Bagaimanakah
implementasi kebijakan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (SIPKD)
dalam pembuatan laporan keuangan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng?
b.
Faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi implementasi kebijakan sistem informasi pengelolaan
keuangan daerah (SIPKD) dalam pembuatan laporan keuangan pada Dinas Kesehatan
Kabupaten Buleleng?
5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah yang ada,
maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.
Untuk
mengetahui, memahami dan menganalisis implementasi kebijakan sistem informasi
pengelolaan keuangan daerah (SIPKD) dalam pembuatan laporan keuangan pada Dinas
Kesehatan Kabupaten Buleleng.
b.
Untuk
mengetahui, memahami dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan sistem
informasi pengelolaan keuangan daerah (SIPKD) dalam pembuatan laporan keuangan
pada Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng.
6. Manfaat Penelitian
a). Manfaat praktis
Bagi staff Dinas Kesehatan khususnya di Kabupaten Buleleng, diharapkan
informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini berguna untuk meningkatkan
kualitas serta kuantitas pekerjaan, khususnya penggunaan aplikasi SIPKD dalam
pengelolaan dan pelaporan keuangan sehingga pelaporan dapat terlaksana dengan
baik.
b).Manfaat Teoritis
Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dan memberikan bahan acuan bagi peneliti-peneliti lain yang akan meneliti
mengenai masalah pembuatan laporan keuangan khususnya yang berhubungan dengan
aplikasi SIPKD.
7. Telaah Pustaka
7.1 State
of The Art Penelitian
Sebagai penunjang dalam penelitian
ini, maka diperlukan kajian terkait penelitian-penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya sebagai bahan perbandingan untuk dapat meningkatkan hasil penelitian
yang akan dilaksanakan. Dalam penelitian-penelitian tersebut terlihat pengaruh
SIPKD dalam pengelolaan keuangan dan juga faktor-faktor dominan yang
mempengaruhi implementasi kebijakan publik yang diterapkan. Adapun penelitian
terkait yang menunjang penelitian ini, antara lain:
Penelitian yang dilakukan oleh Susi
Luswati (2011) dengan judul “Analisa Implementasi Sistem Informasi Pengelolaan
Keuangan Daerah di DPPKAD Kota Sukabumi”
yang menyatakan bahwa sistem informasi pengelolaan keuangan daerah sudah cukup
membantu dalam pekerjaan untuk membuat laporan keuangan daerah. Namun, masih
terdapat keterlambatan laporan yang dikarenakan kurangnya koordinasi dalam
bekerja sehingga pekerjaan tidak dikerjakan dengan rutin. Selain itu, terdapat
minimnya sumber daya manusia (SDM) yang belum sepenuhnya mengerti tentang
aplikasi SIPKD. Untuk mengatasi hal tersebut, Luswati menyarankan agar
pemerintah melakukan peningkatan SDM dalam bidang penggunaan aplikasi serta
meningkatkan koordinasi antar staf terkait.
Penelitian yang dilakukan oleh
Nurfalah (2010) dengan judul “Peranan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan
Daerah (SIPKD) Terhadap Pendekatan User
Usability di Dinas Pemerintah Wilayah Bandung Tengah Provinsi Jawa Barat” yang
menyatakan bahwa tanggapan responden terhadap SIPKD dinyatakan baik, dan
tanggapan user usability setelah
adanya SIPKD dikategorikan baik dengan tingkat kepercayaan 99%. Nurfalah juga
menyatakan bahwa dihasilkan tingkat korelasi yang kuat dan searah serta
signifikan dalam meningkatkan user
usability dengan persentase peranan yang dihasilkan oleh SIPKD.
Penelitiannya menunjukkan bahwa SIPKD berperan terhadap pendekatan user usability di Dinas Pemerintah
Wilayah Bandung Tengah Provinsi Jawa Barat.
Perdana (2011) dalam penelitiannya yang
berjudul “Pengaruh Implementasi Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah
Terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Informasi Akuntansi Pemerintah Daerah” yang
menyimpulkan bahwa implementasi sistem informasi
pengelolaan keuangan daerah mempunyai pengaruh positif terhadap transparansi
dan akuntabilitas informasi akuntansi pada Pemerintah Kota Cimahi.
Junaedy (2004) dalam penelitiannya dengan judul “Impelementasi Kebijakan
Bidang Kehutanan di Kabupaten Indragiri Hilir Studi Kasus Perda Nomor 61 Tahun
2000”, menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi implementasi
kebijakan publik yaitu:
a. Organisasi Implementasi
Berkaitan dengan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Organisasi. Struktur
Organisasi dimaksudkan sebagai susunan bagan-bagan atau komponen-komponen yang
menunjukkan departementasi dan spesialisasi pekerjaan. Sedangkan Tata Kerja
Organisasi dimaksudkan sebagai susunan tugas pokok dan fungsi dari
masing-masing komponen yang dibentuk.
b. Sumber Daya Manusia (SDM) Implementator
Sumber Daya Manusia mempunyai peran yang sangat penting di dalam
implementasi kebijakan publik. Hal ini disebabkan karena bagaimanapun jelas dan
konsistennya ketentuan serta bagaimanapun akuratnya dalam memfungsikan aturan,
jika implementatornya tidak memiliki kemampuan baik keterampilan maupun
manajerial yang berkualitas dan dengan kuantitas yang cukup, maka implementasi kebijakan
tidak akan efektif dan efisien.
c. Kondisi Lingkungan.
Kondisi lingkungan merupakan kondisi ekstemal kebijakan publik yaitu
berupa kondisi lingkungan sosial, ekonomi, politik yang sangat mempengaruhi
penerapan sebuah kebijakan publik.
Sedangkan dalam penelitian lainnya, Subanda (1994) dengan judul penelitian
“lmplementasi Kebijaksanaan Program Pembinaan Industri Kecil Di Kabupaten
Gianyar dan Jembrana” menyimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab keberhasilan
implementasi kebijakan Program Pembinaan Industri Kecil Di Kabupaten Gianyar
dan Jembrana antara lain:
a. Faktor struktur birokrasi
Struktur birokrasi dalam hal ini yaitu tatanan organisasi pembina atau
segenap aparat yang berperan dalam program pembinaan.
b. Faktor sumber daya
Sumber daya yang dimaksud dari hasil penelitian tersebut seperti sumber
daya manusia, sumber daya alam, bahan baku, permodalan maupun investasi yang
diberikan oleh pemerintah ataupun perusahaan yang berfungsi sebagai bapak
angkat.
c. Faktor komunikasi
Dalam penelitian ini efektivitas informasi ternyata juga dipengaruhi oleh
beberapa hal antara lain: jarak wilayah dengan pusat informasi, kesiapan dan
kemampuan aparat pemberi informasi, valid tidaknya informasi yang diterima,
serta kemampuan penerima informasi.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi implementasi suatu kebijakan publik
selain pendapat yang disampaikan pada penelitian-penelitian di atas, juga
terdapat faktor-faktor penyebab berdasarkan para ahli. Van Meter dan Van Horn
dalam Indiahono (2009) menyebutkan bahwa terdapat beberapa variabel yang
diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan kinerja kebijakan antara lain:
a.
Standar
dan sasaran kebijakan
b.
Kinerja
kebijakan
c.
Sumber
daya
d.
Komunikasi
antar badan pelaksana
e.
Karakteristik
badan pelaksana
f.
Lingkungan
sosial, ekonomi dan politik
g.
Sikap
pelaksana
George Edward III dalam Nugroho (2008) Menyarankan untuk memperhatikan
empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif yaitu communication, resource, disposition or
attitudes dan bureaucratic structures.
Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi
dan atau publik ketersediaan sumber daya khususnya sumber daya manusia untuk
melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggap dan para pihak yang terlibat. Disposition berkenaan dengan kesediaan
dan para implementator untuk carry out
kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan dan
komitmen untuk melaksanakan kebijakan. Struktur birokrasi berkenaan dengan
kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi
kebijakan publik.
Berdasarkan hasil penelitian dan juga
pendapat para ahli tersebut, terdapat beberapa faktor yang mendominasi
keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Sesuai pendapat Van Meter dan Van
Horn serta menurut George Edward III, faktor-faktor seperti komunikasi, sumber
daya, serta karakteristik pelaksana merupakan faktor dominan yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi kebijakan.
Pemilihan faktor ini didasarkan atas
pertimbangan bahwa sering munculnya faktor komunikasi, sumber daya, karakteristik
pelaksana dalam setiap implementasi kebijakan dan tidak menutup kemungkinan
bahwa faktor standar dan sasaran kebijakan serta sikap pelaksana juga dapat
mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan.
7.2 Kebijakan
a. Pengertian Kebijakan
Kebijakan adalah
rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Kebijakan
umumnya diterapkan pada sebuah pemerintahan untuk mengatasi masalah-masalah
pemerintahan. Kebijakan berbeda dengan hukum. Kebijakan hanya menjadi pedoman
tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.
Anderson dalam
Islamy (2001:17) menyatakan bahwa
kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan
tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau kelompok
pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan
kebijakan publik yaitu kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai
pembuat kebijakan untuk menyelesaikan masalah publik yang kompleks.
Batasan mengenai
kebijakan publik juga disampaikan oleh Carl
Frederich dalam Gustina (2008) yaitu suatu tindakan yang mengarah pada
tujuan yang diusulkan oleh seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya
hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan
atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Islamy (2001:20) menyatakan bahwa kebijakan
negara adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak
dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada
tujuan demi kepentingan seluruh masyarakat.
Pakar lain
seperti George C. Edwars III dan Ira
Sharkansky dalam Islamy (2001:18-19) menyatakan bahwa kebijakan negara adalah suatu tindakan yang dilakukan
atau tidak dilakukan pemerintah.
Kebijakan negara tersebut dapat berupa peraturan perundang-undangan yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan dan sasaran dari program-progam
dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah.
Kebijakan yang
diambil tidak akan berarti jika tanpa unsur pemaksaan kepada pelaksana atau
pengguna kebijakan untuk dapat dilaksanakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Easton yang mendefinisikan kebijakan
sebagai “the authoritative allocation of values for the whole society” (Islamy, 2001:19), yang mengandung arti
bahwa kebijakan tersebut mengandung nilai paksaan yang secara sah dapat
dilakukan pemerintah sebagai pembuat kebijakan kepada masyarakat.
Berdasarkan pada
pendapat para ahli di atas maka,
dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang
mempunyai tujuan tertentu, berorientasi kepada kepentingan publik (masyarakat)
dan bertujuan untuk mengatasi masalah, memenuhi keinginan dan tuntutan seluruh
anggota masyarakat. Kebijakan juga memuat semua tindakan pemerintah baik yang
dilakukan maupun yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Keberhasilan suatu
kebijakan sangat tergantung dari dukungan faktor-faktor yang mempengaruhi
proses kebijakan tersebut.
7.3 Implementasi Kebijakan
a.
Teori Implementasi Kebijakan
Salah
satu tahapan paling penting dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi
kebijakan. Implementasi merupakan tahapan dimana suatu kebijakan dilaksanakan
secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan yang dimaksud. Tahapan
implementasi sangat penting karena suatu kebijakan tidak akan berarti jika
tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Studi implementasi adalah studi mengenai perubahan yang
terjadi dan perubahan bisa dimunculkan, juga merupakan studi tentang
mikrostruktur dari kehidupan politik yaitu organisasi di luar dan di dalam
sistem politik yang menjalankan urusan mereka dan berinteraksi satu sama lain,
serta motivasi yang membuat bertindak secara berbeda (Parsons, 2005:463).
Van Meter dan Van Horn, dalam Winarno (2008:146) menyatakan
bahwa implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
individu-individu (kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan
untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan
kebijakan sebelumnya. Sedangkan Edwards (2003:1) menyatakan bahwa implementasi
kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan
kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang
dipengaruhinya.
Edwards juga menyatakan bahwa jika suatu kebijakan tidak
tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari
kebijakan, maka kebijakan itu dapat mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu
diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang telah
direncanakan dengan sangat baik, dapat mengalami kegagalan jika kebijakan
tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.
Selanjutnya dikemukakan oleh Charles O’Jones dalam Harahap
(2004:15), menyatakan bahwa implementasi adalah suatu proses interaktif antara
suatu perangkat tujuan dengan tindakan atau bersifat interaktif dengan
kegiatan-kegiatan kebijaksanaan yang mendahuluinya. Dengan kata lain,
implementasi merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah
program dengan pilar-pilar organisasi, interpretasi dan pelaksanaan.
Mazmanian dan Sabatier dalam Gustina (2008), menjelaskan
lebih lanjut tentang konsep implementasi kebijakan sebagai berikut:
“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program
dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi
kebijakan, yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan yang timbul setelah
disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yaitu mencakup baik usaha-usaha
untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada
masyarakat atau kejadian-kejadian.”
Drucker dalam Eriza (2006) merumuskan implementasi sebagai
tindakan-tindakan yang dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
digariskan terlebih dahulu. Sedangkan, Wibawa dalam Tangkilisan (2003:20) berpendapat
bahwa implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah supaya tujuan
kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang implementasi kebijakan
tersebut, terlihat bahwa implementasi kebijakan/program adalah
tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok
terhadap suatu objek/sasaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam
proses kebijakan publik. Dunn (1999:24-25)
menganjurkan bahwa disetiap tahapan proses kebijakan publik, termasuk tahapan
implementasi kebijakan, penting dilakukan analisa. Analisa disini tidak identik
dengan evaluasi, karena dari tahapan penyusunan agenda hingga Policy Evaluation sudah harus dilakukan
analisa. Ungkapan Dunn yang terkenal adalah lebih baik perumusan masalah publik
benar tetapi pelaksanaannya salah, daripada perumusan masalah keliru tapi
pelaksanaannya benar. Hakikat utama implementasi kebijakan yaitu memahami apa
yang seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku.
Kebijakan publik dasarnya merupakan suatu proses kompleks
yang berjenjang dari tahap pendefenisian masalah hingga evaluasi dampak
kebijakan. Oleh karena itu, implementasi kebijakan merupakan salah satu tahap
dari perumusan kebijakan publik. Hal ini berarti bahwa implementasi kebijakan
merupakan salah satu variabel penting yang berpengaruh terhadap keberhasilan
suatu kebijakan di dalam memecahkan masalah serta persoalan-persoalan publik.
b.
Pengertian Implementasi Kebijakan
Keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh banyaknya
variabel atau faktor yang saling berhubungan satu sama lain. Selama ini,
terdapat beberapa teori mengenai faktor-faktor yang berpengaruh pada model
implementasi kebijakan, antara lain:
Menurut Edwards (2003:12-13), implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh empat faktor antara lain:
1)
Komunikasi,
setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi
efektif antara pelaksana program (kebijakan) dengan kelompok sasaran.
2)
Sumber
daya, jika personalia yang bertanggung jawab dalam melaksanakan semua kebijakan
kurang sumber daya untuk melakukan sebuah pekerjaan efektif, implementasi dan
tidak akan efektif pula.
3)
Disposisi,
sekap dari implementor adalah faktor kritis ketiga di dalam pendekatan terhadap
studi implementasi kebijakan publik.
4)
Struktur
birokrasi, jika sumber daya yang cukup untuk mengimplementasikan sebuah
kebijakan dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan ingin
mengerjakannnya. Implementasi mungkin masih dapat dicegah karena kekurangan
dalam struktur organisasi.
Grindle dalam Subarsono (2005:93) menyatakan bahwa
implementasi kebijakan dipengaruhi oleh dua variabel yaitu:
1)
Variabel
isi kebijakan, mencakup: kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan, jenis
manfaat yang akan dihasilkan, derajat perubahan yang diinginkan, kedudukan
pembuat kebijakan, (siapa) pelaksana program dan sumber daya yang dikerahkan.
2)
Variabel
lingkungan kebijakan, mencakup: seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan
strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi
kebijakan, karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa, tingkat
kepatuhan serta responsivitas kelompok sasaran.
Selanjutnya, menurut Meter dan Horn dalam Indiahono (2009:38)
menyatakan bahwa model implementasi kebijakan dipengaruhi oleh tujuh faktor
sebagai berikut:
1)
Standar
dan sasaran kebijakan yaitu apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan
baik yang berwujud atau tidak. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus dapat
dilihat secara spesifik sehingga di akhir program dapat diketahui keberhasilan
atau kegagalan dari kebijakan atau program yang dijalankan.
2)
Kinerja
kebijakan merupakan penilaian terhadap pencapaian standar dan sasaran kebijakan
yang telah ditetapkan di awal.
3)
Sumber
daya menunjukkan kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber daya
manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan.
4)
Komunikasi
antar badan pelaksana menunjuk kepada mekanisme prosedur yang dicanangkan untuk
mencapai sasaran dan tujuan program.
5)
Karakteristik
badan pelaksana, menunjuk seberapa besar daya
dukung struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan
komunikasi yang terjadi di internal birokrasi.
6)
Lingkungan
sosial, ekonomi, dan politik menunjuk bahwa lingkungan dalam ranah implementasi
dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan itu sendiri.
7)
Sikap
pelaksana menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting dalam
implementasi kebijakan.
Standar dan sasaran kebijakan didasarkan pada kepentingan
utama terhadap faktor-faktor yang menentukan pencapaian kebijakan.
Indikator-indikator pencapaian menilai sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan
tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan. Dampak kondisi ekonomi, sosial
dan politik pada kebijakan publik merupakan pusat perhatian yang besar. Para
peminat perbandingan politik dan kebijakan publik secara khusus tertarik dalam
mengidentifikasikan pengaruh variabel-variabel lingkungan pada hasil-hasil
kebijakan. Menurut Van Meter dan Van Horn, faktor-faktor ini mempunyai efek
yang mendalam terhadap pencapaian badan-badan pelaksana.
Adapun model implementasi dari Van Meter dan Horn sebagai
berikut:
Komunikasi Antar
Organisasi dan Pelaksanaan Kegiatan |
Standar
dan Sasaran |
Sumber
Daya |
Karakteristik Badan
Pelaksana |
Sikap
Pelaksana |
Kinerja
Kebijakan |
Lingkungan
Sosial, Ekonomi, dan Politik |
Gambar 1. Model Implementasi Kebijakan – Van Meter dan Van
Horn
Weimer dan Vining dalam Subarsono (2005:103) berpendapat
bahwa terdapat tiga kelompok variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan
implementasi kebijakan yaitu:
1)
Logika
kebijakan, suatu kebijakan yang akan ditetapkan masuk akan dan mendapat
dukungan teoritis
2)
Lingkungan
tempat kebijakan dioperasikan akan mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
kebijakan
3)
Kemampuan
implementasi kebijakan, keberhasilan suatu kebijakan dapat dipengaruhi oleh
tingkat kompetensi dan keterampilan dari para implementor kebijakan
Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier dalam Eriza (2006:31)
mengatakan bahwa terdapat tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi kebijakan, yaitu:
1)
Variabel
independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan
indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan keragaman objek dan perubahan
seperti apa yang dikehendaki.
2)
Variabel
intervening, yaitu kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi
dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, keterpaduan hirarkis
diantara lembaga pelaksana dan perekrutan pejabat pelaksana serta keterbukaan
kepada pihak luar.
3)
Variabel
dependent, yaitu pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk kebijakan
pelaksanaan, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata dan
kebijakan yang bersifat mendasar.
Sedangkan, menurut teori Cheema dan Rondinelli dalam
Subarsono (2005:101), analisis implementasi program-program pemerintah yang
bersifat desentralisasi, dipengaruhi oleh empat kelompok variabel yaitu:
1)
Kondisi
lingkungan.
2)
Hubungan
antar organisasi.
3)
Sumber
daya organisasi untuk implementasi program.
4)
Karakteristik
dan kemampuan agen pelaksana.
Penelitian ini menggunakan konsep implementasi kebijakan yang
dirumuskan oleh Van Meter dan Horn. Pada model implementasi kebijakan yang
dikembangkan oleh Van Meter dan Horn menunjukkan tujuh variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan yaitu:
1)
Standar
dan sasaran kebijakan
2)
Kinerja
kebijakan
3)
Sumber
daya
4)
Komunikasi
antar badan pelaksana
5)
Karakteristik
badakn pelaksana
6)
Lingkungan
sosial, ekonomi, dan politik
7)
Sikap
pelaksana.
7.4 Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD)
a.
Pengertian Sistem Informasi
Sistem
merupakan kumpulan elemen yang saling berhubungan satu sama lain yang membentuk
satu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan. Ciri-ciri dari sebuah system
yaitu:
1)
Mengarah Pada Tujuan
Cara kerja sistem
adalah merangkaikan dan mengkoordinasikan fakta- fakta untuk mencapai tujuan dengan menggunakan aturan-aturan tertentu.
2)
Merupakan Suatu Keseluruhan
Sistem merupakan
suatu keseluruhan yang bulat dan utuh, dimana tujuan masing-masing dari bagian yang
membentuk
sistem akan saling menunjang dan mencapai tujuan dari sistem
secara keseluruhan, dan ini
berarti bahwa pencapaian tujuan dari
salah satu bagian tidak dapat dilakukan dengan mengabaikan pencapaian tujuan pada bagian yang
lainnya.
3)
Adanya Keterbatasan
Sistem memiliki sifat yang terbuka, dimana suatu sistem dapat berinteraksi
dengan sistem lainnya yang lebih besar.
4)
Adanya Proses Transformasi
Suatu sistem melakukan proses transformasi kegiatan
yang mengubah suatu input atau masukan menjadi suatu
output
untuk
mencapai tujuan
5)
Saling Berkaitan
Sistem terdiri dari elemen-elemen yang saling berkaitan satu elemen dengan elemen yang lain
Bentuk umum dari suatu sistem
terdiri atas masukan (input), proses
dan
keluaran (output), dalam bentuk umum sistem ini
terdapat satu atau lebih
masukan yang akan diproses
dan
akan menghasilkan suatu keluaran.
John Buth dan Gani Drudnitski dalam Luswati (2011) mengemukakan bahwa sistem informasi terdiri
dari komponen-komponen yang disebutnya dengan istilah blok bangunan (building
blok), yaitu:
1)
Blok masukan, atau yang juga disebut dengan input merupakan data yang masuk ke dalam sistem informasi.
2)
Blok model atau proses, blok ini terdiri dari kombinasi prosedur, logika dan model matematik yang akan memanipulasi
data input dan data yang tersimpan di basis data
dengan cara yang sudah tertentu untuk menghasilkan keluaran
yang diinginkan.
3)
Blok luaran atau
output, merupakan informasi yang
berkualitas dan dokumentasi
yang berguna untuk semua pemakai sistem.
Adapun bentuk umum
dari sebuah sistem dapat dilihat dari gambar berikut:
Input |
Proses |
Output |
Gambar 2.
Bentuk Umum Sistem
Informasi
adalah hasil pemrosesan data yang diperoleh dari setiap elemen sistem tersebut
menjadi bentuk yang mudah dipahami dan merupakan pengetahuan yang relevan yang
dibutuhkan oleh orang untuk menambah pemahamannya terhadap fakta-fakta yang
ada. Barry E. Cushing dalam Luswati (2011) menyatakan bahwa informasi merupakan
sesuatu yang menunjukkan hasil pengolahan data yang diorganisasi dan berguna
kepada orang yang menerimanya. Singkatnya informasi merupakan hasil pengolahan
dari data mentah menjadi bentuk yang lebih bermanfaat dan mudah dimengerti.
Data merupakan istilah yang berasal
dari kata “datum” yang mempunyai arti fakta/bahan-bahan keterangan. Pengertian
lain mengatakan bahwa data Data merupakan deskripsi dari sesuatu dan kejadian
yang kita hadapi.
Gordon B. Davis dalam Luswati (2011) menyatakan bahwa data sebagai
bahan mentah dari informasi, yang dirumuskan sebagai sekelompok lambang- lambang tidak acak yang menunjukkan jumlah atau tindakan atau hal-hal lain.
Sistem informasi merupakan seperangkat elemen
yang membentuk suatu kegiatan/prosedur/bagian pengolahan data dengan
tujuan untuk mengoperasikan data pada waktu tertentu sehingga
lebih bermanfaat dan mudah dimengerti.
Sistem informasi menpunyai beberapa komponen yaitu :
1)
Perangkat keras (Hardware) yaitu semua alat komputer yang secara fisik dapat dilihat dengan jelas
seperti: keyboard, harddisk, monitor, alat printer, mouse, dan lain-lain.
2)
Perangkat lunak (Software) yaitu semua perangkat komputer yang dapat
membuat perangkat keras
komputer bekerja menjalankan fungsinya
3)
Manusia (Brainware) yaitu orang yang mengoperasikan komputer.
b.
Penatausahaan pengeluaran
Penyelenggaraan
fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila
penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber
penerimaan yang cukup kepada daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada
setiap urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber
keuangan daerah.
Pengeluaran daerah seperti dimaksudkan dalam peraturan perundang-undangan terkait adalah semua arus uang yang keluar dari
kas daerah. Penatausahaan pengeluaran merupakan serangkaian proses kegiatan
menerima, menyimpan, menyetor, membayar, menyerahkan dan mempertanggungjawabkan
pengeluaran uang yang berada pada pengelolaan SKPD dan/atau SKPKD. Adapun proses pelaksanaan
penatausahaan pengeluaran yang berjalan yaitu:
1)
SPP
SPP merupakan akronim dari Surat Perintah Pembayaran. SPP merupakan
dokumen yang diterbitkan oleh
pejabat yang bertanggungjawab atas
pelaksanaan kegiatan/Bendahara pengeluaran
untuk
mengajukan
permintaan pembayaran. SPP pada penatausahaan pengeluaran terdiri dari uang SKPD, belanja
tidak langsung pegawai, belanja
tidak langsung non
pegawai, belanja langsung dan pembiayaan.
2)
SPM
SPM adalah
Surat Perintah Membayar, merupakan
dokumen yang
diterbitkan
oleh pengguna anggaran
untuk menerbitkan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD. SPM pada penatausahaan
pengeluaran terdiri
dari uang
persediaan SKPD,
belanja tidak
langsung gaji, belanja tidak langsung non gaji, belanja langsung non gaji, belanja langsung dan
pembiayaan.
3)
SP2D
Surat Perintah Pencairan
Dana (SP2D) adalah surat perintah yang
diterbitkan
oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum
Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
c.
Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan
Keuangan
Laporan keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng disusun
dengan tujuan untuk menyajikan informasi yang berguna bagi pengambilan
keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber
daya yang dipercayakan kepadanya dengan:
1)
Menyediakan
informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban dan ekuitas dana
pemerintah
2)
Menyediakan
informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas
dana pemerintah
3)
Menyediakan
informasi mengenai sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya ekonomi
4)
Menyediakan
informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya
5)
Menyediakan
informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi
kebutuhan kasnya.
6)
Menyediakan
informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan
7)
Menyediakan
informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas pelaporan dalam
mendanai aktivitasnya.
Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan
informasi mengenai pendapatan, belanja, aset, kewajiban, ekuitas dana suatu
entitas pelaporan.
d.
Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD)
SIPKD
merupakan seperangkat aplikasi terpadu yang dipergunakan sebagai alat bantu
untuk meningkatkan efektifitas implementasi berbagai regulasi bidang
pengelolaan keuangan daerah yang didasarkan pada asas efisiensi, ekonomis,
efektif, transparan, akuntabel dan auditabel.
Aplikasi ini adalah alat bantu dalam proses
pengelolaan keuangan daerah yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Aplikasi ini merupakan aplikasi yang digunakan sebagai alat bantu dalam proses
pengelolaan keuangan daerah baik pada tingkat SKPD maupun SKPKD, antara lain :
1) Penyusunan Anggaran, 2) Pelaksanaan Anggaran, 3) Penyusunan Anggaran
Perubahan, 4) Penyusunan Pertanggungjawaban Anggaran.
Pengguna daripada aplikasi SIPKD ini diantara:
1)
Pemerintah
procinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia dalam rangka penguatan
implementasi regulasi bidang pengelolaan keuangan daerah.
2)
Direktorat
Jenderal Keuangan Daerah Kementrian Dalam Negeri dalam melaksanakan tugas dan
fungsi pembinaan terhadap pemerintah daerah dalam bentuk kebijakan dan aksi
fasilitasi.
3)
Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan dalam menyajikan data dan
informasi keuangan daerah, utamanya terkait dengan kebijakan sinkronisasi
keuangan negara dan keuangan daerah.
Pemerintah Daerah yang berminat
mengimplementasikan aplikasi SIPKD akan diberikan pelatihan intensif mengenai
cara menggunakan aplikasi tersebut, baik dari aspek
penggunaan (user), aspek operasional sampai dengan
pemeliharaan aplikasi (administrator). Dalam proses implementasi aplikasi
SIPKD, setiap Pemerintah Daerah didampingi oleh 2 (dua) orang FS (Field Support) yang bekerja secara “full time” untuk membantu efektifitas
proses adaptasi dan internalisasi SIPKD.
Kunci
kesuksesan dari implementasi SIPKD ini diantaranya:
1)
Komitmen
penuh dari kepala daerah beserta jajarannya untuk melakukan perbaikan tata
kelola keuangan daerah.
2)
Adanya
kapasitas dan kapabilitas yang memadai, baik personil maupun kelembagaan dari
seluruh pengguna aplikasi SIPKD
3)
Keberlanjutan
pengembangan kapasitas dan kapabilitas di berbagai aspek dalam rangka merespon
dinamika peraturan perundang-undangan dan tuntutan kualitas pelayanan
masyarakat.
Secara substansial, aplikasi SIPKD dibagi menjadi dua bagian yang
terdiri dari Core System dan Non Core System.
Modul Core System merupakan modul aplikasi inti dari SIPKD, terdiri dari
modul perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan serta
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah yang terintegrasi dalam sebuah
sistem, baik dalam lingkungan operasi online maupun offline.
Modul Non Core System merupakan modul aplikasi
pendukung dari SIPKD, terdiri dari modul pinjaman, piutang, aset, gaji dan
Sistem Informasi Eksekutif-Regional SIKD. Modul aplikasi ini dapat
diintegrasikan dengan modul core system,
baik pada aspek database, reporting maupun untuk kepentingan
rekonsiliasi. Sistem ini dapat berjalan, baik dalam lingkungan operasi online maupun offline.
8. Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir
merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai
faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting (Uma Sekaran,
dalam Sugiyono 2007:60). Berdasarkan pada hal yang telah dikemukakan di atas, maka untuk mempermudah pemahaman terhadap penelitian
ini dibuat suatu kerangka berpikir yang menyampaikan secara lebih ringkas
tentang penelitian ini.
Uraian teori pada kajian pustaka
tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan menjadi salah satu faktor
penting untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, dimana pelaporan keuangan
menjadi permasalahan utama yang memerlukan suatu kebijakan pemerintah. Salah
satu kebijakan publik yang diberikan pemerintah yaitu implementasi Sistem
Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD). SIPKD merupakan aplikasi yang
berfungsi sebagai alat bantu dalam proses pengelolaan keuangan daerah yang berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Keberhasilan implementasi suatu
kebijakan publik tentunya tidak lepas dari faktor-faktor yang penentunya. Berdasarkan faktor-faktor yang telah
disebutkan di atas, penulis menggunakan model implementasi kebijakan yang dirumuskan oleh Van Meter dan
Van Horn yang menyatakan bahwa terdapat tujuh variabel yang
mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan yaitu:
1)
Standar
dan sasaran kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan yaitu apa yang hendak dicapai
oleh program atau kebijakan baik yang berwujud atau tidak. Kejelasan dan
sasaran kebijakan harus dapat dilihat secara spesifik sehingga di akhir program
dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan atau program yang
dijalankan.
2)
Kinerja
kebijakan
Kinerja
kebijakan merupakan penilaian terhadap pencapaian standar dan sasaran kebijakan
yang telah ditetapkan di awal.
3)
Sumber
daya
Sumber
daya menunjukkan kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber daya
manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan.
4)
Komunikasi
antar badan pelaksana
Menurut
Harold Koontz (1981:686) yang dimaksud komunikasi
adalah penyampaian informasi dari pengirim kepada penerima dan informasi itu
dimengerti oleh yang menerima. Yudith R. Gordon dkk (1990:359)
mengartikan komunikasi sebagai pemindahan informasi, gagasan, pengertian, atau
perasaan antar orang. Komunikasi juga dapat diartikan sebagai penyampaian informasi dari
komunikator kepada komunikan.
Komunikasi
antar badan pelaksana menunjuk kepada mekanisme prosedur yang dicanangkan untuk
mencapai sasaran dan tujuan program.
5)
Karakteristik
badan pelaksana
Karakteristik
badan pelaksana, menunjuk seberapa besar daya
dukung struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan
komunikasi yang terjadi di internal birokrasi.
6)
Lingkungan
sosial, ekonomi, dan politik
Lingkungan
sosial, ekonomi, dan politik menunjuk bahwa lingkungan dalam ranah implementasi
dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan itu sendiri.
7)
Sikap
pelaksana.
Sikap pelaksana
menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting dalam implementasi
kebijakan.
Kemudian hal yang
perlu dipahami, bahwa keterkaitan teori implementasi dari Van Meter dan Horn, serta beberapa teori sebelumnya terhadap
penelitian Implementasi kebijakan menyatakan bahwa selain ketujuh faktor sebagaimana dikemukakan di atas, sesungguhnya tidak menutup
kemungkinan terdapat faktor-faktor lain, sepanjang mendukung data dalam
penelitian. Hal ini disebabkan karena penelitian ini menggunakan metode
kualitatif, yang tujuan utamanya memahami secara mendalam bagaimana implementasi kebijakan SIPKD dalam pembuatan laporan keuangan Dinas Kesehatan
Kabupaten Buleleng. Sehubungan
dengan hal tersebut di atas, dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai
berikut:
DASAR
HUKUM ·
Pemendagri No. 13 Tahun 2006 ·
SE.No.900/122/BAKD/2008 ·
SE.No.900/360/BAKD/2009
·
Surat Keputusan Bupati Buleleng No.
900/125/HK/2013 |
Kebijakan
Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah |
·
Standar dan sasaran kebijakan ·
Kinerja kebijakan ·
Sumber daya ·
Komunikasi antar badan pelaksana ·
Karateristik badan pelaksana ·
Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik ·
Sikap pelaksana |
Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah
dalam Pembuatan Laporan keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng |
Laporan
Keuangan yang Akuntabel |
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
9. Definisi Operasional
Untuk memberikan kemudahan dalam memahami variabel yang akan
diukur dalam penelitian ini, perlu dirumuskan pengertian dan istilah yang
digunakan untuk memperoleh batasan yang jelas dan memudahkan dalam menentukan
indikatornya. Variabel dalam penelitian ini menggunakan satu variabel atau
variabel tunggal, yaitu implementasi kebijakan.
Implementasi kebijakan
adalah tindakan-tindakan komponen pelaksana dalam mencapai tujuan dan sasaran
program yaitu program SIPKD
dalam pembuatan laporan keuangan di Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng. Adapun
dimensi dari penelitian ini akan dilihat dari aspek:
1)
Faktor implementasi kebijakan
Titik
tekan dimensi ini pada bentuk pelaksanaan kegiatan operasional dalam rangka
pembuatan laporan keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng.
2)
Standar
dan sasaran kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan yaitu apa yang hendak dicapai
oleh program atau kebijakan baik yang berwujud atau tidak. Titik tekan dimensi inipada bentuk
kejelasan dari program yang diimplementasikan yaitu program SIPKD dalam
pembuatan laporan keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng.
3)
Kinerja
kebijakan
Titik tekan dimensi ini ada pada penilaian terhadap pencapaian standar dan sasaran kebijakan yang telah
ditetapkan di awal.
4)
Sumber
daya
Sumber
daya menitikberatkan
pada besarnya dukungan finansial dan sumber daya manusia dalam melaksanakan program atau kebijakan SIPKD untuk pembuatan laporan
keuangan di Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng.
5)
Komunikasi
antar badan pelaksana
Komunikasi
antar badan pelaksana merujuk kepada komunikasi yang terjalin antara
pembuat laporan keuangan dengan pihak yang diberikan laporan keuangan terkait.
6)
Karakteristik
badan pelaksana
Karakteristik
badan pelaksana merujuk kepada
seberapa besar daya dukung struktur
organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang terjadi
di internal birokrasi Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng khususnya dibagian pengelolaan
keuangan.
7)
Lingkungan
sosial, ekonomi, dan politik
Lingkungan
sosial, ekonomi, dan politik merujuk kepada lingkungan Dinas Kesehatan Kabpaten Buleleng
yang mempengaruhi pembuatan laporan keuangan.
8)
Sikap
pelaksana.
Sikap pelaksana menitikberatkan kepada orang yang membuat laporan keuangan
dengan menggunakan aplikasi SIPKD dala hal ini user SIPKD bersangkutan.
10. Metode Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kabupaten
Buleleng, serta melakukan observasi dan wawancara pada beberapa tempat
pelayanan publik yaitu Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan.
Pemilihan Kabupaten Buleleng sebagai lokasi penelitian tidak terlepas dari pengalaman
penulis dalam proses pembuatan laporan keuangan pada Dinas Kesehatan yang masih
menemukan beberapa kendala sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap kendala
yang dihadapi tersebut.
b. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang
berusaha mendeskripsikan dan menyajikan hasil penelitian secara lengkap sesuai
dengan permasalahan yang diteliti. Melalui pendekatan kulitatif diperoleh pemahaman dan
penafsiran yang mendalam mengenai makna, kenyataan, dan fakta yang relevan.
c. Sumber dan Jenis Data
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka teknik
pengambilan sampel dilakukan secara purposive, dimana peneliti memakai berbagai
pertimbangan yaitu berdasarkan konsep teori yang digunakan serta keingintahuan
peneliti tentang karakteristik dari objek yang ingin diteliti.
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ini adalah
kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
sebagainya. Sumber data dalam penelitan ini adalah:
1)
Informan
Kunci
Informan ditentukan dengan menggunakan metode pengambilan sample purposif (purposial sampling),
ditetapkan dengan sengaja pada subjek yang dianggap menguasai dan memiliki
kemampuan untuk memberikan informasi tentang masalah yang diteliti sesuai
dengan gejala dan fakta yang ada. Data yang diperoleh dari informan kunci berupa kata-kata
hasil wawancara sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai.
Informan awal diminta untuk menunjukkan informan lainnya yang
dapat memberikan informasi dan data yang berkaitan, demikian seterusnya sampai
menunjukkan tingkat kejenuhan informasi. Data dan informasi yang diperoleh
dinyatakan memperoleh tingkat kejenuhan apabila dari penambahan informasi
berikutnya memperoleh informasi dan data yang sama dari informan terdahulu.
Dengan demikian, cara seperti tersebut menggunakan snow ball sampling, yaitu informasi yang dipilih secara bergulir
sampai menunjukkan tingkat kejenuhan informasi.
Dalam penelitian ini, informan kunci yang berkaitan dengan
implementasi kebijakan SIPKD dalam pembuatan laporan keuangan Dinas Kesehatan
Kabupaten Buleleng dengan menggunakan model implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn. Keberhasilan implementasi akan didukung
oleh beberapa faktor yaitu: standar dan sasaran kebijakan; kinerja kebijakan; sumber
daya; komunikasi antar badan pelaksana; karakteristik badan pelaksana;
lingkungan sosial, ekonomi, dan politik; sikap pelaksana. Dalam memperoleh informasi terkait faktor tersebut, maka
akan dilakukan wawancara secara mendalam dengan informan kunci antara lain:
a). Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng
b). Pejabat Penata Keuangan (PPK)
c). Bendahara Penerimaan dan Pengeluaran Dinas
Kesehatan Kabupaten Buleleng
d). Kepala Puskesmas
e). Bendahara Penerima Pembantu
2)
Dokumen
Teknik dokumentasi dipakai untuk memperoleh data melalui
bahan-bahan tertulis berupa peraturan-peraturan baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah. Bahan-bahan laporan dan arsip-arsip lainnya yang relevan dalam
rangka pelaksanaan SIPKD juga merupakan sumber data yang menunjang penelitian
ini. Teknik ini digunakan untuk melengkapi informasi penelitian disamping untuk
mendukung teknik-teknik pengumpulan data yang telah disebutkan di atas.
d. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif.
Untuk memperoleh data penelitian, digunakan cara:
1)
Data
sekunder
Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yang bersumber pada laporan-laporan, dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, terutama mengenai implementasi
kebijakan SIPKD dalam pembuatan laporan keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten
Buleleng. Data-data yang dikumpulkan merupakan data yang mempunyai kesesuaian
dan kaitan dengan kebutuhan penelitian yang dilakukan.
2)
Data
primer
Mencari data primer dapat dilakukan dengan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan menggunakan
alat penelitian verbal (tape recording)
untuk memperoleh data-data yang diperlukan. Hal ini disebabkan karena pada
penelitian kualitatif, kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang paling
utama. Terkait dengan hal tersebut, wawancara mendalam sangatlah penting dalam
penelitian ini. Peneliti melakukan wawancara dengan mengadakan tanya jawab
langsung dengan informan antara lain: Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Buleleng, Pejabat Penata Keuangan (PPK) Bendahara Penerimaan dan Pengeluaran Dinas
Kesehatan Kabupaten Buleleng, Kepala Puskesmas, Bendahara Penerima Pembantu.
Wawancara dalam penelitian ini akan menggunakan intervew guide atau
catatan garis besar materi wawancara untuk menggali informasi di lapangan, yang
kemudian dikembangkan oleh peneliti selama wawancara berlangsung, sehingga
diperoleh informasi sebanyak dan seakurat mungkin.
3)
Observasi
Teknik
observasi yaitu mengamati secara langsung baik formal maupun informal dari
berbagai kegiatan dalam rangka pelaksanaan pengelolaan dan pembuatan laporan
keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng. Tujuan observasi lapangan adalah
untuk melihat secara langsung kondisi lingkungan dan fakta yang terjadi,
sehingga dapat dicocokkan antara hasil wawancara serta fakta sosial yang ada. Hal
ini dilakukan dalam rangka melengkapi data primer di lapangan dan data sekunder
yang diperoleh dari pengumpulan arsip dan dokumen-dokumen sebelumnya.
e. Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam rangka keperluan penelitian yang bersifat kualitatif,
peneliti mengikuti beberapa cara yang sering digunakan untuk memeriksa
keabsahan data, yaitu:
a).
Keikutsertaan
Bahwa
peneliti sendiri merupakan instrumen dalam penelitian kualitatif maka untuk
meningkatkan kepercayaan terhadap data yang dikumpulkan, peneliti harus
terlibat secara langsung dengan pelaksanaan di lapangan dalam mengamati proses
pelaksanaan pembuatan laporan keuangan. Keikutsertaan peneliti akan menentukan
keberhasilan pengumpulan data dan derajat valitidas data.
b).
Ketekunan
Pengamatan
Ketekunan
pengamatan peneliti bertujuan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam
situasi yang sangat relevan dengan persoalan yang dicari dan kemudian
memusatkan perhatian terhadap hal-hal tersebut secara rinci. Hal ini sangat
penting tetapi tergantung kemampuan peneliti di dalam menangkap suatu gejala
atau masalah.
c).
Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data yang sudah diperoleh tersebut. Triangulasi dibedakan
menjadi empat macam sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan
sumber, metode, penyidik dan teori.
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda
dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan:
1)
membandingkan
data hasil pengamatan dengan hasil wawancara;
2)
membandingkan
apa yang dikatakan informan di depan umum dengan apa yang dikatakan secara
pribadi;
3)
membandingkan
apa yang dikatakan informan tentang situasi penelitian dengan apa yang
dikatakan sepanjang waktu;
4)
membandingkan
keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang
seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang
berada, orang pemerintah;
5)
membandingkan
hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.
Dengan menggunakan teknik triangulasi ini, peneliti berusaha mencermati
gejala dari sudut pandang dan pengalaman berdasarkan perbandingan hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara, serta membandingkan hasil wawancara
dengan dokumen yang ada di lokasi penelitian.
Untuk menambah keabsahan temuan penelitan ini juga ditempuh dengan cara
memberikan kesempatan kepada beberapa subyek penelitian untuk mengecek
kebenaran hasil penelitian. Pengecekan dilakukan antara lain: dengan memberi
kesempatan kepada subyek penelitian untuk memeriksa data mentah yang telah
terkumpul dan memberi kesempatan pada subyek penelitian memeriksa temuan serta
kesimpulan sementara penelitian.
d).
Kecukupan
Referensi
Dipergunakan
untuk pemeriksaan keabsahan data terutama untuk validitas data dan berfungsi
sebagai referensi dan analisis serta penafsiran data.
e).
Uraian
yang Rinci
Uraian
yang rinci merupakan cara melaporkan hasil penelitian dengan teliti dan cermat
serta dapat menggambarkan konteks penelitian. Langkah ini dilakukan mulai dari
penyajian data sampai dengan analisis yang sesuai dengan variabel-variabel
penelitian.
Agar data menjadi valid, dari pemeriksaan keabsahan data, penelitian ini
cenderung menggunakan konsep triangulasi. Hal ini disebabkan karena dengan
menggunakan konsep triangulasi, data selain diperoleh dari berbagai sumber yagn
berbeda, juga diperoleh dari teknik yang berbeda pula. Hasil pencocokan
data-data tersebut pada proses triangulasi akan menghasilkan data yang akurat
dan dapat dipertanggungjawabkan kredibilitasnya.
f. Analisis Data
Analisa data adalah serangkaian kegiatan mengolah data yang
telah dikumpulkan dari lapangan menjadi seperangkat informasi atau hasil baik
dalam bentuk temuan-temuan baru, memeriksa, maupun menjelaskan temuan-temuan
untuk membuktikan dan menguji hipotesis.
Pada penelitian ini, data yang diperoleh di lapangan, baik
data sekunder maupun data primer akan disusun dan disajikan serta dianalisis
dengan menggunakan pendekatan kualitatif berupa pemaparan yang kemudian
dianalisis dan dinarasikan sesuai dengan masalah penelitian. Analisis
kualitatif merupakan teknik analisis berupa kegiatan mengamati, memahami dan
menafsirkan setiap data atau fakta serta hubungan diantara dua data atau
fakta-fakta yang berkaitan dengan variabel-variabel dalam hipotesis.
Dalam kaitan dengan hal tersebut, data, fakta atau informasi
yang berhasil dikumpulkan di lapangan disusun ke dalam pola tertentu, kategori tertentu, tema
tertentu, atau pokok permasalahan tertentu. Karenanya, setiap catatan harian
yang dihasilkan dalam pengumpulan data baik hasil wawancara maupun dari hasil
observasi, perlu direduksi dan dimasukkan ke dalam pola, kategori, fokus atau
tema tertentu yang sesuai. Dan selanjutnya peneliti dapat mengambil
kesimpulan-kesimpulan yang bobotnya tergolong komperhensif dan mendalam dari
hasil pemahaman dan pengertiannya.
Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan teknik analisis yang
dikembangkan oleh Miles dan
Huberman yang mencakup tiga kegiatan yaitu : 1) reduksi data; 2) penyajian
data; 3) penarikan kesimpulan.
1)
Reduksi data
merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstraksian dan
pentransformasian data kasar dari lapangan. Reduksi data dilakukan selama
proses penelitian berlangsung. Selama proses reduksi data, peneliti benar-benar
mencari data yang valid. Jika peneliti memperoleh data yang disangsikan
kebenarannya maka data yang diperoleh akan dicek ulang pada informan lain yang
dirasa lebih mengetahui permasalahan yang diangkat.
2)
Penyajian data
merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan untuk menarik
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penyajian data pada penelitian ini
yaitu teks naratif.
3)
Penarikan kesimpulan
dilakukan setelah peneliti mereduksi data yang diperoleh dan menyajikan dengan
baik. Penyajian data yang tertata dengan baik memudahkan peneliti dalam menarik
suatu kesimpulan. Kesimpulan yang dibuat didasarkan pada data yang diperoleh
dan disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat.
Berdasarkan uraian tersebut, lebih
jelasnya teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat
pada gambar 4.
Data Display (penyajian data) |
Conclusions drawing/verifying (Menarik kesimpulan/verifikasi) |
Data Collection/ Kumpulan Data |
Reduksi data (Rcduksi Data) |
Good tensiss
BalasHapus🙏🙏🙏
BalasHapus