Kamis, 21 Desember 2023

Penelitian: Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Pembuatan Laporan Keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, refrensiku

 



1.      Judul Penelitian:

Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Pembuatan Laporan Keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng

 

2.      Latar Belakang

Pemerintahan yang baik (Good Governance) dewasa ini menjadi isu yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik sejalan dengan penyelenggaraan otonomi daerah. Tata Pemerintahan yang baik (Good Governance), merupakan suatu konsep pengelolaan pemerintahan yang seharusnya diterapkan di semua tingkat pemerintahan. United Nations Development Programme (UNDP) merumuskan good governance sebagai suatu exercise dari kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi untuk menata, mengatur dan mengelola masalah-masalah sosialnya (UNDP: 1997). Istilah governance menunjukkan suatu proses di mana rakyat bisa mengatur ekonominya. Institusi serta sumber-sumber sosial dan politik tidak hanya dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyat.

Kemampuan suatu negara dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan sangat tergantung pada kualitas tata pemerintahannya di mana pemerintah melakukan interaksi dengan pihak swasta dan masyarakat madani. Taschereau dan Campos dalam UNDP (1997) menyatakan bahwa Tiga unsur penting yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (interlock) dalam pembangunan ekonomi daerah adalah: 1) Negara (state); 2) Masyarakat madani (civil society); dan 3) Sektor swasta (private sector). Ketiga unsur tersebut mempunyai tata hubungan yang sama, sederajat dan saling mempengaruhi.

Rukmo (2010) menyatakan ada sepuluh prinsip tata pemerintahan yang secara terus-menerus dikampanyekan dan disosialisasikan baik oleh pihak lembaga PBB maupun pemerintah, yaitu:

a).    Partisipasi. Partisipasi mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tak langsung. Partisipasi itu dimaksudkan untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu, pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi itu meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipaif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral.

b).    Penegakan hukum. Penegakan hukum atau dalam bahasa Inggrisnya rule of law diharapkan akan mewujudkan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjujung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Berdasarkan kewenangannya, pemerintah daerah harus mendukung tegaknya supremasi hukum dengan melakukan berbagai penyuluhan peraturan perundang-undangan dan menghidupkan kembali nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Di samping itu, pemerintah daerah perlu mengupayakan adanya peraturan daerah yang bijaksana dan efektif, serta didukung penegakan hukum yang adil dan tepat. Pemerintah daerah, DPRD maupun masyarakat perlu menghilangkan kebiasaan yang dapat menimbulkan KKN.

c).    Transparansi. Transparansi akan menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai, karena informasi merupakan suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Berkaitan dengan itu, pemerintah daerah perlu proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang disediakan kepada masyarakat. Pemerintah daerah perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti melalui brosur, leaflet, pengumuman melalui koran, radio serta televisi lokal. Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi. Kebijakan itu akan memperjelas bentuk informasi yang dapat diakses masyarakat ataupun bentuk informasi yang bersifat rahasia, bagaimana cara mendapatkan informasi, lama waktu mendapatkan informasi serta prosedur pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada masyarakat.

d).   Kesetaraan. Kesetaraan akan memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Tujuan prinsip itu adalah menjamin agar kepentingan pihak-pihak yang kurang beruntung, seperti mereka yang miskin dan lemah, tetap terakomodasi dalam proses pengambilan keputusan. Perhatian khusus perlu diberikan kepada kaum minoritas agar mereka tidak tersingkir. Selanjutnya kebijakan khusus akan disusun untuk menjamin adanya kesetaraan terhadap wanita dan kaum minoritas baik dalam lembaga eksekutif dan legislatif.

e).    Daya Tanggap. Daya tanggap akan dapat meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat, tanpa kecuali. Pemerintah daerah perlu membangun jalur komunikasi untuk menampung aspirasi masyarakat dalam hal penyusunan kebijakan. Ini dapat berupa forum masyarakat, talk show, layanan hotline, prosedur komplain. Sebagai fungsi pelayan masyarakat, pemerintah daerah akan mengoptimalkan pendekatan kemasyarakatan dan secara periodik mengumpulkan pendapat masyarakat.

f).     Wawasan ke depan. Wawasan ke depan dapat membangun daerah berdasarkan visi dan strategi yang jelas dan mengikutsertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa memiliki  dan ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan daerahnya. Tujuan penyusunan visi dan strategi adalah memberikan arah pembangunan secara umum sehingga dapat membantu dalam penggunaan sumber daya secara lebih efektif. Untuk menjadi visi yang dapat diterima secara luas, visi tersebut perlu disusun secara terbuka dan transparan, dengan didukung dengan partisipasi masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat yang peduli, serta kalangan dunia usaha. Pemerintah daerah perlu proaktif mempromosikan pembentukan forum konsultasi masyarakat, serta membuat berbagai produk yang dapat digunakan oleh masyarakat.

g).    Akuntabilitas.  Akuntabilitas akan meningkatkan tanggung jawab dan tanggung gugat para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Seluruh pembuat kebijakan pada semua tingkatan harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kepada masyarakat. Untuk mengukur kinerja pemerintah daerah secara objektif perlu adanya indikator yang jelas. Sistem pengawasan perlu diperkuat dan hasil audit harus dipublikasikan, dan apabila terdapat kesalahan, harus diberi sanksi.

h).    Pengawasan.  Pengawasan dapat meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat luas. Pengawasan yang dilakukan oleh lembaga berwenang perlu memberi peluang bagi masyarakat dan organisasi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pemantauan, evaluasi, dan pengawasan kerja, sesuai dengan bidangnya. Walaupun demikian tetap diperlukan adanya auditor independen dari luar dan hasil audit perlu dipublikasikan kepada masyarakat.

i).      Efisiensi dan Efektivitas. Efisiensi dan efektivitas menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab. Pelayanan masyarakat harus mengutamakan kepuasan masyarakat, dan didukung mekanisme penganggaran serta pengawasan yang rasional dan transparan. Lembaga-lembaga yang bergerak di bidang jasa pelayanan umum harus menginformasikan biaya dan jenis pelayanannya. Untuk menciptakan efisiensi harus digunakan teknik manajemen modern untuk administrasi kecamatan dan perlu adanya desentralisasi kewenangan layanan masyarakat sampai ke tingkat kelurahan/desa.

j).      Profesionalisme.  Profesionalisme dapat meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau. Tujuannya adalah menciptakan birokrasi  profesional yang dapat efektif memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini perlu didukung dengan mekanisme penerimaan staf yang efektif, sistem pengembangan karier dan pengembangan staf yang efektif, penilaian, promosi dan penggajian staf yang wajar.

Salah satu perwujudan good governmance dapat dilihat dari pengelolaan serta pelaporan keuangan yang baik dari tingkat daerah sampai pusat. Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Semua  sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah. Ditinjau berdasarkan prinsip-prinsip yang disampaikan oleh Rukmo, maka perwujudan melalui pelaporan keuangan merupakan bentuk keterkaitan antara prinsip transparansi, akuntabilitas, pengawasan serta profesionalisme pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahannya. Hal ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 184 ayat (1) dan (3) tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa: “Laporan keuangan pemerintah daerah disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”. Menyikapi standarisasi akuntansi pemerintahan, dalam hal ini telah dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Menindak lanjuti Permendagri No. 13/2006 tersebut, Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : SE.900/122/BAKD tanggal 13 Pebruari 2008 perihal Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengembangan dan Implementasi SIPKD dan Regional SIKD, dan Surat Edaran No. 900/360/BAKD tanggal 29 Mei 2009 tentang implementasi aplikasi SIPKD dan regional SIKD versi Realise. Adanya surat edaran ini merupakan dasar dan payung hukum bagi pemerintah daerah dalam penggunaan SIPKD dalam penyusunan laporan keuangan.

Kabupaten Buleleng merupakan salah satu kabupaten yang berada di Bali, yang juga berupaya untuk mewujudkan good govenmance. Atas dasar tekad dan semangat untuk perwujudan good governmance itu maka Pemerintah Kabupaten Buleleng juga berupaya untuk mewujudkan administrasi Negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Salah satu upaya pemerintah Kabupaten Buleleng dalam mewujudkan good governmance sesuai dengan prinsip yang telah disampaikan diatas adalah melalui pengelolaan keuangan daerah yang efektif, efesien, transparan dan akuntabel.

Dalam rangka pemenuhan atas tuntutan itu maka diperlukan pengembangan dan penetapan sistem serta prosedur kerja yang cepat, tepat, jelas dan nyata serta dapat dipertanggungjawabkan sehingga penyelenggaraan tugas-tugas pada SKPD dan SKPKD bisa berlangsung secara berdayaguna. Maka, sejak tahun 2009 dalam melakukan tugas pengelolaan serta pelaporan keuangan, seluruh SKPD dan SKPKD di Kabupaten Buleleng, telah dibantu dengan adanya sistem informasi yaitu Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD). SIPKD merupakan aplikasi yang dapat menjadi alat bantu dalam proses pengelolaan keuangan daerah dari mulai tahapan rancangan anggaran hingga pertanggungjawaban anggaran yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penggunaan SIPKD oleh setiap SKPD maupun SKPKD di Kabupaten Buleleng telah diperkuat oleh Surat Keputusan Bupati Buleleng No. 900/125/HK/2013 tentang tim koordinasi percepatan implementasi dan pengembangan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (SIPKD) yang menyatakan bahwa perlunya dibentuk sebuah tim kordinasi dalam rangka mengembangkan implementasi dan pengembangan SIPKD pada sistem pengelolaan daerah.

SIPKD merupakan seperangkat aplikasi terpadu yang dipergunakan sebagai alat bantu untuk meningkatkan efektifitas implementasi berbagai regulasi bidang pengelolaan keuangan daerah yang didasarkan pada asas efisiensi, ekonomis, efektif, transparan, akuntabel dan auditabel. Aplikasi pada tingkat SKPD dan SKPKD dapat dihubungkan secara On line maupun Off line tergantung ketersediaan infrastruktur yang ada. Apabila dalam proses penyusunan anggaran dan perubahan anggaran SKPD dan SKPKD tidak terkoneksi secara On line dapat dilakukan penggabungan data untuk kepentingan konsolidasi.

Namun dalam implementasinya sistem belum mecapai target pekerjaan yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan pengamatan penulis di Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng terhadap penggunaan SIPKD dalam pelaporan keuangan, dimana masih terdapat beberapa kelemahan penggunaan SIPKD yang dikarenakan masih adanya keterlambatan pembuatan laporan, kesalahan data pada laporan-laporan yang sudah dikerjakan pada aplikasi serta minimnya sumber daya manusia yang mampu untuk menjalankan program aplikasi.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian deskriptif dengan judul “Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Pembuatan Laporan Keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng.

 

3.      Identifikasi Masalah

Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah umumnya telah berjalan dengan baik, tetapi masih ada yang kurang dalam pengimplementasian sistem tersebut. Adapun kekurangannya adalah sebagai berikut.

a).    Dalam pembuatan Laporan keuangan masih adanya keterlambatan pembuatan sehingga menghambat terhadap pekerjaan yang lain.

b).    Pada data yang ada masih ada terjadi kesalahan data seperti nomor dll.

c).    Masih ada user atau pengguna yang belum memahami cara memakai aplikasi tersebut.

 

4.      Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

a.       Bagaimanakah implementasi kebijakan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (SIPKD) dalam pembuatan laporan keuangan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng?

b.      Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi kebijakan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (SIPKD) dalam pembuatan laporan keuangan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng?

 

5.      Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a.       Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis implementasi kebijakan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (SIPKD) dalam pembuatan laporan keuangan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng.

b.      Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis faktor-faktor yang  mempengaruhi implementasi kebijakan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (SIPKD) dalam pembuatan laporan keuangan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng.

 

6.      Manfaat Penelitian

a). Manfaat praktis

Bagi staff Dinas Kesehatan khususnya di Kabupaten Buleleng, diharapkan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini berguna untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas pekerjaan, khususnya penggunaan aplikasi SIPKD dalam pengelolaan dan pelaporan keuangan sehingga pelaporan dapat terlaksana dengan baik.

b).Manfaat Teoritis

Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat  berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan memberikan bahan acuan bagi peneliti-peneliti lain yang akan meneliti mengenai masalah pembuatan laporan keuangan khususnya yang berhubungan dengan aplikasi SIPKD.

 

7.      Telaah Pustaka

7.1  State of The Art Penelitian

Sebagai penunjang dalam penelitian ini, maka diperlukan kajian terkait penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sebagai bahan perbandingan untuk dapat meningkatkan hasil penelitian yang akan dilaksanakan. Dalam penelitian-penelitian tersebut terlihat pengaruh SIPKD dalam pengelolaan keuangan dan juga faktor-faktor dominan yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik yang diterapkan. Adapun penelitian terkait yang menunjang penelitian ini, antara lain:

Penelitian yang dilakukan oleh Susi Luswati (2011) dengan judul “Analisa Implementasi Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah  di DPPKAD Kota Sukabumi” yang menyatakan bahwa sistem informasi pengelolaan keuangan daerah sudah cukup membantu dalam pekerjaan untuk membuat laporan keuangan daerah. Namun, masih terdapat keterlambatan laporan yang dikarenakan kurangnya koordinasi dalam bekerja sehingga pekerjaan tidak dikerjakan dengan rutin. Selain itu, terdapat minimnya sumber daya manusia (SDM) yang belum sepenuhnya mengerti tentang aplikasi SIPKD. Untuk mengatasi hal tersebut, Luswati menyarankan agar pemerintah melakukan peningkatan SDM dalam bidang penggunaan aplikasi serta meningkatkan koordinasi antar staf terkait.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurfalah (2010) dengan judul “Peranan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) Terhadap Pendekatan User Usability di Dinas Pemerintah Wilayah Bandung Tengah Provinsi Jawa Barat” yang menyatakan bahwa tanggapan responden terhadap SIPKD dinyatakan baik, dan tanggapan user usability setelah adanya SIPKD dikategorikan baik dengan tingkat kepercayaan 99%. Nurfalah juga menyatakan bahwa dihasilkan tingkat korelasi yang kuat dan searah serta signifikan dalam meningkatkan user usability dengan persentase peranan yang dihasilkan oleh SIPKD. Penelitiannya menunjukkan bahwa SIPKD berperan terhadap pendekatan user usability di Dinas Pemerintah Wilayah Bandung Tengah Provinsi Jawa Barat.

Perdana (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Implementasi Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Informasi Akuntansi Pemerintah Daerah” yang menyimpulkan bahwa implementasi sistem informasi pengelolaan keuangan daerah mempunyai pengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas informasi akuntansi pada Pemerintah Kota Cimahi.

Junaedy (2004) dalam penelitiannya dengan judul “Impelementasi Kebijakan Bidang Kehutanan di Kabupaten Indragiri Hilir Studi Kasus Perda Nomor 61 Tahun 2000”, menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi implementasi kebijakan publik yaitu:

a.       Organisasi Implementasi

Berkaitan dengan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Organisasi. Struktur Organisasi dimaksudkan sebagai susunan bagan-bagan atau komponen-komponen yang menunjukkan departementasi dan spesialisasi pekerjaan. Sedangkan Tata Kerja Organisasi dimaksudkan sebagai susunan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing komponen yang dibentuk.

b.      Sumber Daya Manusia (SDM) Implementator

Sumber Daya Manusia mempunyai peran yang sangat penting di dalam implementasi kebijakan publik. Hal ini disebabkan karena bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan serta bagaimanapun akuratnya dalam memfungsikan aturan, jika implementatornya tidak memiliki kemampuan baik keterampilan maupun manajerial yang berkualitas dan dengan kuantitas yang cukup, maka implementasi kebijakan tidak akan efektif dan efisien.

c.       Kondisi Lingkungan.

Kondisi lingkungan merupakan kondisi ekstemal kebijakan publik yaitu berupa kondisi lingkungan sosial, ekonomi, politik yang sangat mempengaruhi penerapan sebuah kebijakan publik.

Sedangkan dalam penelitian lainnya, Subanda (1994) dengan judul penelitian “lmplementasi Kebijaksanaan Program Pembinaan Industri Kecil Di Kabupaten Gianyar dan Jembrana” menyimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab keberhasilan implementasi kebijakan Program Pembinaan Industri Kecil Di Kabupaten Gianyar dan Jembrana antara lain:

a.       Faktor struktur birokrasi

Struktur birokrasi dalam hal ini yaitu tatanan organisasi pembina atau segenap aparat yang berperan dalam program pembinaan.

b.      Faktor sumber daya

Sumber daya yang dimaksud dari hasil penelitian tersebut seperti sumber daya manusia, sumber daya alam, bahan baku, permodalan maupun investasi yang diberikan oleh pemerintah ataupun perusahaan yang berfungsi sebagai bapak angkat.

c.       Faktor komunikasi

Dalam penelitian ini efektivitas informasi ternyata juga dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain: jarak wilayah dengan pusat informasi, kesiapan dan kemampuan aparat pemberi informasi, valid tidaknya informasi yang diterima, serta kemampuan penerima informasi.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi implementasi suatu kebijakan publik selain pendapat yang disampaikan pada penelitian-penelitian di atas, juga terdapat faktor-faktor penyebab berdasarkan para ahli. Van Meter dan Van Horn dalam Indiahono (2009) menyebutkan bahwa terdapat beberapa variabel yang diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan kinerja kebijakan antara lain:

a.      Standar dan sasaran kebijakan

b.      Kinerja kebijakan

c.      Sumber daya

d.     Komunikasi antar badan pelaksana

e.      Karakteristik badan pelaksana

f.       Lingkungan sosial, ekonomi dan politik

g.      Sikap pelaksana

George Edward III dalam Nugroho (2008) Menyarankan untuk memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif yaitu communication, resource, disposition or attitudes dan bureaucratic structures. Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan atau publik ketersediaan sumber daya khususnya sumber daya manusia untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggap dan para pihak yang terlibat. Disposition berkenaan dengan kesediaan dan para implementator untuk carry out kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan. Struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik.

Berdasarkan hasil penelitian dan juga pendapat para ahli tersebut, terdapat beberapa faktor yang mendominasi keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Sesuai pendapat Van Meter dan Van Horn serta menurut George Edward III, faktor-faktor seperti komunikasi, sumber daya, serta karakteristik pelaksana merupakan faktor dominan yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan.

Pemilihan faktor ini didasarkan atas pertimbangan bahwa sering munculnya faktor komunikasi, sumber daya, karakteristik pelaksana dalam setiap implementasi kebijakan dan tidak menutup kemungkinan bahwa faktor standar dan sasaran kebijakan serta sikap pelaksana juga dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan.

 

7.2  Kebijakan

a.      Pengertian Kebijakan

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Kebijakan umumnya diterapkan pada sebuah pemerintahan untuk mengatasi masalah-masalah pemerintahan. Kebijakan berbeda dengan hukum. Kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.

Anderson dalam Islamy (2001:17) menyatakan bahwa kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau kelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan kebijakan publik yaitu kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk menyelesaikan masalah publik yang kompleks.

Batasan mengenai kebijakan publik juga disampaikan oleh Carl Frederich dalam Gustina (2008) yaitu suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.

Islamy (2001:20) menyatakan bahwa kebijakan negara adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan demi kepentingan seluruh masyarakat.

Pakar lain seperti George C. Edwars III dan Ira Sharkansky dalam Islamy (2001:18-19) menyatakan bahwa kebijakan negara adalah suatu tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan pemerintah. Kebijakan negara tersebut dapat berupa peraturan perundang-undangan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran dari program-progam dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah.

Kebijakan yang diambil tidak akan berarti jika tanpa unsur pemaksaan kepada pelaksana atau pengguna kebijakan untuk dapat dilaksanakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Easton yang mendefinisikan kebijakan sebagai “the authoritative allocation of values for the whole society” (Islamy, 2001:19), yang mengandung arti bahwa kebijakan tersebut mengandung nilai paksaan yang secara sah dapat dilakukan pemerintah sebagai pembuat kebijakan kepada masyarakat.

Berdasarkan pada pendapat para ahli di atas maka, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu, berorientasi kepada kepentingan publik (masyarakat) dan bertujuan untuk mengatasi masalah, memenuhi keinginan dan tuntutan seluruh anggota masyarakat. Kebijakan juga memuat semua tindakan pemerintah baik yang dilakukan maupun yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Keberhasilan suatu kebijakan sangat tergantung dari dukungan faktor-faktor yang mempengaruhi proses kebijakan tersebut.

 

7.3  Implementasi Kebijakan

a.        Teori Implementasi Kebijakan

Salah satu tahapan paling penting dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi merupakan tahapan dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan yang dimaksud. Tahapan implementasi sangat penting karena suatu kebijakan tidak akan berarti jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Studi implementasi adalah studi mengenai perubahan yang terjadi dan perubahan bisa dimunculkan, juga merupakan studi tentang mikrostruktur dari kehidupan politik yaitu organisasi di luar dan di dalam sistem politik yang menjalankan urusan mereka dan berinteraksi satu sama lain, serta motivasi yang membuat bertindak secara berbeda (Parsons, 2005:463).

Van Meter dan Van Horn, dalam Winarno (2008:146) menyatakan bahwa implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Sedangkan Edwards (2003:1) menyatakan bahwa implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya.

Edwards juga menyatakan bahwa jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu dapat mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang telah direncanakan dengan sangat baik, dapat mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.

Selanjutnya dikemukakan oleh Charles O’Jones dalam Harahap (2004:15), menyatakan bahwa implementasi adalah suatu proses interaktif antara suatu perangkat tujuan dengan tindakan atau bersifat interaktif dengan kegiatan-kegiatan kebijaksanaan yang mendahuluinya. Dengan kata lain, implementasi merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program dengan pilar-pilar organisasi, interpretasi dan pelaksanaan.

Mazmanian dan Sabatier dalam Gustina (2008), menjelaskan lebih lanjut tentang konsep implementasi kebijakan sebagai berikut:

“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan yang timbul setelah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yaitu mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.”

Drucker dalam Eriza (2006) merumuskan implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah digariskan terlebih dahulu. Sedangkan, Wibawa dalam Tangkilisan (2003:20) berpendapat bahwa implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah supaya tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang implementasi kebijakan tersebut, terlihat bahwa implementasi kebijakan/program adalah tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok terhadap suatu objek/sasaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Dunn (1999:24-25) menganjurkan bahwa disetiap tahapan proses kebijakan publik, termasuk tahapan implementasi kebijakan, penting dilakukan analisa. Analisa disini tidak identik dengan evaluasi, karena dari tahapan penyusunan agenda hingga Policy Evaluation sudah harus dilakukan analisa. Ungkapan Dunn yang terkenal adalah lebih baik perumusan masalah publik benar tetapi pelaksanaannya salah, daripada perumusan masalah keliru tapi pelaksanaannya benar. Hakikat utama implementasi kebijakan yaitu memahami apa yang seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku.

Kebijakan publik dasarnya merupakan suatu proses kompleks yang berjenjang dari tahap pendefenisian masalah hingga evaluasi dampak kebijakan. Oleh karena itu, implementasi kebijakan merupakan salah satu tahap dari perumusan kebijakan publik. Hal ini berarti bahwa implementasi kebijakan merupakan salah satu variabel penting yang berpengaruh terhadap keberhasilan suatu kebijakan di dalam memecahkan masalah serta persoalan-persoalan publik.

b.        Pengertian Implementasi Kebijakan

Keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh banyaknya variabel atau faktor yang saling berhubungan satu sama lain. Selama ini, terdapat beberapa teori mengenai faktor-faktor yang berpengaruh pada model implementasi kebijakan, antara lain:

Menurut Edwards (2003:12-13), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat faktor antara lain:

1)      Komunikasi, setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara pelaksana program (kebijakan) dengan kelompok sasaran.

2)      Sumber daya, jika personalia yang bertanggung jawab dalam melaksanakan semua kebijakan kurang sumber daya untuk melakukan sebuah pekerjaan efektif, implementasi dan tidak akan efektif pula.

3)      Disposisi, sekap dari implementor adalah faktor kritis ketiga di dalam pendekatan terhadap studi implementasi kebijakan publik.

4)      Struktur birokrasi, jika sumber daya yang cukup untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan ingin mengerjakannnya. Implementasi mungkin masih dapat dicegah karena kekurangan dalam struktur organisasi.

Grindle dalam Subarsono (2005:93) menyatakan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh dua variabel yaitu:

1)      Variabel isi kebijakan, mencakup: kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan, jenis manfaat yang akan dihasilkan, derajat perubahan yang diinginkan, kedudukan pembuat kebijakan, (siapa) pelaksana program dan sumber daya yang dikerahkan.

2)      Variabel lingkungan kebijakan, mencakup: seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan, karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa, tingkat kepatuhan serta responsivitas kelompok sasaran.

Selanjutnya, menurut Meter dan Horn dalam Indiahono (2009:38) menyatakan bahwa model implementasi kebijakan dipengaruhi oleh tujuh faktor sebagai berikut:

1)      Standar dan sasaran kebijakan yaitu apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan baik yang berwujud atau tidak. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus dapat dilihat secara spesifik sehingga di akhir program dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan atau program yang dijalankan.

2)      Kinerja kebijakan merupakan penilaian terhadap pencapaian standar dan sasaran kebijakan yang telah ditetapkan di awal.

3)      Sumber daya menunjukkan kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan.

4)      Komunikasi antar badan pelaksana menunjuk kepada mekanisme prosedur yang dicanangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan program.

5)      Karakteristik badan pelaksana, menunjuk seberapa besar daya dukung struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang terjadi di internal birokrasi.

6)      Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik menunjuk bahwa lingkungan dalam ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan itu sendiri.

7)      Sikap pelaksana menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting dalam implementasi kebijakan.

Standar dan sasaran kebijakan didasarkan pada kepentingan utama terhadap faktor-faktor yang menentukan pencapaian kebijakan. Indikator-indikator pencapaian menilai sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan. Dampak kondisi ekonomi, sosial dan politik pada kebijakan publik merupakan pusat perhatian yang besar. Para peminat perbandingan politik dan kebijakan publik secara khusus tertarik dalam mengidentifikasikan pengaruh variabel-variabel lingkungan pada hasil-hasil kebijakan. Menurut Van Meter dan Van Horn, faktor-faktor ini mempunyai efek yang mendalam terhadap pencapaian badan-badan pelaksana.

Adapun model implementasi dari Van Meter dan Horn sebagai berikut:

Komunikasi Antar Organisasi dan Pelaksanaan Kegiatan

Standar dan Sasaran

Sumber Daya

Karakteristik Badan Pelaksana

Sikap Pelaksana

Kinerja Kebijakan

Lingkungan Sosial, Ekonomi, dan Politik

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1. Model Implementasi Kebijakan – Van Meter dan Van Horn

Weimer dan Vining dalam Subarsono (2005:103) berpendapat bahwa terdapat tiga kelompok variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan yaitu:

1)      Logika kebijakan, suatu kebijakan yang akan ditetapkan masuk akan dan mendapat dukungan teoritis

2)      Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan akan mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan

3)      Kemampuan implementasi kebijakan, keberhasilan suatu kebijakan dapat dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan keterampilan dari para implementor kebijakan

Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier dalam Eriza (2006:31) mengatakan bahwa terdapat tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu:

1)      Variabel independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan keragaman objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.

2)      Variabel intervening, yaitu kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, keterpaduan hirarkis diantara lembaga pelaksana dan perekrutan pejabat pelaksana serta keterbukaan kepada pihak luar.

3)      Variabel dependent, yaitu pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk kebijakan pelaksanaan, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata dan kebijakan yang bersifat mendasar.

Sedangkan, menurut teori Cheema dan Rondinelli dalam Subarsono (2005:101), analisis implementasi program-program pemerintah yang bersifat desentralisasi, dipengaruhi oleh empat kelompok variabel yaitu:

1)      Kondisi lingkungan.

2)      Hubungan antar organisasi.

3)      Sumber daya organisasi untuk implementasi program.

4)      Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana.

Penelitian ini menggunakan konsep implementasi kebijakan yang dirumuskan oleh Van Meter dan Horn. Pada model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Van Meter dan Horn menunjukkan tujuh variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan yaitu:

1)        Standar dan sasaran kebijakan

2)        Kinerja kebijakan

3)        Sumber daya

4)        Komunikasi antar badan pelaksana

5)        Karakteristik badakn pelaksana

6)        Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik

7)        Sikap pelaksana.

 

7.4  Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD)

a.        Pengertian Sistem Informasi

Sistem merupakan kumpulan elemen yang saling berhubungan satu sama lain yang membentuk satu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan. Ciri-ciri dari sebuah system yaitu:

1)        Mengarah Pada Tujuan

Cara kerja sistem adalah merangkaikan dan mengkoordinasikan fakta- fakta untuk mencapai tujuan dengan menggunakan aturan-aturan tertentu.

2)        Merupakan Suatu Keseluruhan

Sistem merupakan suatu keseluruhan yang bulat dan utuh, dimana tujuan masing-masing dari bagian yang membentuk sistem akan saling menunjang dan mencapai tujuan dari sistem secara keseluruhan, dan ini berarti bahwa pencapaian tujuan dari salah satu bagian tidak dapat dilakukan dengan  mengabaikan pencapaian tujuan pada bagian  yang lainnya.

3)        Adanya Keterbatasan

Sistem memiliki sifat yang terbuka, dimana suatu sistem dapat berinteraksi dengan sistem lainnya yang lebih besar.

4)        Adanya Proses Transformasi

Suatu sistem  melakukan  proses  transformasi kegiatan yang  mengubah suatu  input  atau masukan  menjadi suatu  output  untuk mencapai tujuan

5)        Saling Berkaitan

Sistem terdiri dari elemen-elemen yang saling berkaitan satu elemen dengan elemen yang lain

Bentuk umum dari suatu sistem terdiri atas masukan (input), proses dan keluaran (output), dalam bentuk umum sistem ini terdapat satu atau lebih masukan yang akan diproses dan akan menghasilkan suatu keluaran.

John Buth dan Gani Drudnitski dalam Luswati (2011) mengemukakan bahwa sistem informasi terdiri dari komponen-komponen yang disebutnya dengan istilah blok bangunan (building blok), yaitu:

1)        Blok masukan, atau yang juga disebut dengan input merupakan data yang masuk ke dalam sistem informasi.

2)        Blok model atau proses, blok ini terdiri dari kombinasi prosedur, logika dan model matematik yang akan memanipulasi data input dan data yang tersimpan di basis data dengan cara yang sudah tertentu untuk menghasilkan keluaran yang diinginkan.

3)        Blok luaran atau output, merupakan informasi yang berkualitas dan dokumentasi yang berguna untuk semua pemakai sistem.

Adapun bentuk umum dari sebuah sistem dapat dilihat dari gambar berikut:

Input

Proses

Output

 

 

 


Gambar 2. Bentuk Umum Sistem

Informasi adalah hasil pemrosesan data yang diperoleh dari setiap elemen sistem tersebut menjadi bentuk yang mudah dipahami dan merupakan pengetahuan yang relevan yang dibutuhkan oleh orang untuk menambah pemahamannya terhadap fakta-fakta yang ada. Barry E. Cushing dalam Luswati (2011) menyatakan bahwa informasi merupakan sesuatu yang menunjukkan hasil pengolahan data yang diorganisasi dan berguna kepada orang yang menerimanya. Singkatnya informasi merupakan hasil pengolahan dari data mentah menjadi bentuk yang lebih bermanfaat dan mudah dimengerti.

Data merupakan istilah yang berasal dari kata “datum” yang mempunyai arti fakta/bahan-bahan keterangan. Pengertian lain mengatakan bahwa data Data merupakan deskripsi dari sesuatu dan kejadian yang kita hadapi. Gordon B. Davis dalam Luswati (2011) menyatakan bahwa data sebagai bahan mentah dari informasi, yang dirumuskan sebagai sekelompok lambang- lambang tidak acak yang menunjukkan jumlah atau tindakan atau hal-hal lain.

Sistem informasi merupakan seperangkat elemen yang membentuk suatu   kegiatan/prosedur/bagian pengolahan data dengan tujuan untuk mengoperasikan data pada waktu tertentu sehingga lebih bermanfaat dan mudah dimengerti.

Sistem informasi menpunyai beberapa komponen yaitu :

1)        Perangkat keras (Hardware) yaitu semua alat komputer yang secara fisik dapat dilihat dengan jelas seperti: keyboard, harddisk, monitor, alat printer, mouse, dan lain-lain.

2)        Perangkat lunak (Software) yaitu semua perangkat komputer yang dapat membuat perangkat keras komputer bekerja menjalankan fungsinya

3)        Manusia (Brainware) yaitu orang yang mengoperasikan komputer.

 

b.        Penatausahaan pengeluaran

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Semua  sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah.

Pengeluaran daerah seperti dimaksudkan dalam peraturan perundang-undangan terkait adalah semua arus uang yang keluar dari kas daerah. Penatausahaan pengeluaran merupakan serangkaian proses kegiatan menerima, menyimpan, menyetor, membayar, menyerahkan dan mempertanggungjawabkan pengeluaran uang yang berada pada pengelolaan SKPD dan/atau SKPKD. Adapun proses pelaksanaan penatausahaan pengeluaran yang berjalan yaitu:

1)        SPP

SPP merupakan akronim dari Surat Perintah Pembayaran. SPP merupakan dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan/Bendahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran. SPP pada penatausahaan pengeluaran terdiri dari uang SKPD, belanja tidak langsung pegawai, belanja tidak langsung non pegawai, belanja langsung dan pembiayaan.

 

2)        SPM

SPM adalah Surat Perintah Membayar, merupakan dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran untuk menerbitkan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD. SPM pada penatausahaan pengeluaran terdiri dari uang  persediaan SKPD,  belanja tidak  langsung  gaji,  belanja tidak langsung non gaji, belanja langsung non gaji, belanja langsung dan pembiayaan.

3)        SP2D

Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.

 

c.         Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan

Laporan keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng disusun dengan tujuan untuk menyajikan informasi yang berguna bagi pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya dengan:

1)        Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban dan ekuitas dana pemerintah

2)        Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah

3)        Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya ekonomi

4)        Menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya

5)        Menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya.

6)        Menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan

7)        Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.

Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai pendapatan, belanja, aset, kewajiban, ekuitas dana suatu entitas pelaporan.

 

d.        Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD)

SIPKD merupakan seperangkat aplikasi terpadu yang dipergunakan sebagai alat bantu untuk meningkatkan efektifitas implementasi berbagai regulasi bidang pengelolaan keuangan daerah yang didasarkan pada asas efisiensi, ekonomis, efektif, transparan, akuntabel dan auditabel.

Aplikasi ini adalah alat bantu dalam proses pengelolaan keuangan daerah yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Aplikasi ini merupakan aplikasi yang digunakan sebagai alat bantu dalam proses pengelolaan keuangan daerah baik pada tingkat SKPD maupun SKPKD, antara lain : 1) Penyusunan Anggaran, 2) Pelaksanaan Anggaran, 3) Penyusunan Anggaran Perubahan, 4) Penyusunan Pertanggungjawaban Anggaran.

Pengguna daripada aplikasi SIPKD ini diantara:

1)        Pemerintah procinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia dalam rangka penguatan implementasi regulasi bidang pengelolaan keuangan daerah.

2)        Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementrian Dalam Negeri dalam melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan terhadap pemerintah daerah dalam bentuk kebijakan dan aksi fasilitasi.

3)        Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan dalam menyajikan data dan informasi keuangan daerah, utamanya terkait dengan kebijakan sinkronisasi keuangan negara dan keuangan daerah.

Pemerintah Daerah yang berminat mengimplementasikan aplikasi SIPKD akan diberikan pelatihan intensif mengenai cara menggunakan aplikasi tersebut, baik dari aspek penggunaan (user), aspek operasional sampai dengan pemeliharaan aplikasi (administrator). Dalam proses implementasi aplikasi SIPKD, setiap Pemerintah Daerah didampingi oleh 2 (dua) orang FS (Field Support) yang bekerja secara “full time” untuk membantu efektifitas proses adaptasi dan internalisasi SIPKD.

Kunci kesuksesan dari implementasi SIPKD ini diantaranya:

1)        Komitmen penuh dari kepala daerah beserta jajarannya untuk melakukan perbaikan tata kelola keuangan daerah.

2)        Adanya kapasitas dan kapabilitas yang memadai, baik personil maupun kelembagaan dari seluruh pengguna aplikasi SIPKD

3)        Keberlanjutan pengembangan kapasitas dan kapabilitas di berbagai aspek dalam rangka merespon dinamika peraturan perundang-undangan dan tuntutan kualitas pelayanan masyarakat.

Secara substansial, aplikasi SIPKD dibagi menjadi dua bagian yang terdiri dari Core System dan Non Core System.

Modul Core System merupakan modul aplikasi inti dari SIPKD, terdiri dari modul perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan serta pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah yang terintegrasi dalam sebuah sistem, baik dalam lingkungan operasi online maupun offline.

Modul Non Core System merupakan modul aplikasi pendukung dari SIPKD, terdiri dari modul pinjaman, piutang, aset, gaji dan Sistem Informasi Eksekutif-Regional SIKD. Modul aplikasi ini dapat diintegrasikan dengan modul core system, baik pada aspek database, reporting maupun untuk kepentingan rekonsiliasi. Sistem ini dapat berjalan, baik dalam lingkungan operasi online maupun offline.

 

8.      Kerangka Pemikiran

Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting (Uma Sekaran, dalam Sugiyono 2007:60). Berdasarkan pada hal yang telah dikemukakan di atas, maka untuk mempermudah pemahaman terhadap penelitian ini dibuat suatu kerangka berpikir yang menyampaikan secara lebih ringkas tentang penelitian ini.

Uraian teori pada kajian pustaka tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan menjadi salah satu faktor penting untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, dimana pelaporan keuangan menjadi permasalahan utama yang memerlukan suatu kebijakan pemerintah. Salah satu kebijakan publik yang diberikan pemerintah yaitu implementasi Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD). SIPKD merupakan aplikasi yang berfungsi sebagai alat bantu dalam proses pengelolaan keuangan daerah yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik tentunya tidak lepas dari faktor-faktor yang penentunya. Berdasarkan faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, penulis menggunakan model implementasi kebijakan yang dirumuskan oleh Van Meter dan Van Horn yang menyatakan bahwa terdapat tujuh variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan yaitu:

1)        Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan yaitu apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan baik yang berwujud atau tidak. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus dapat dilihat secara spesifik sehingga di akhir program dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan atau program yang dijalankan.

2)        Kinerja kebijakan

Kinerja kebijakan merupakan penilaian terhadap pencapaian standar dan sasaran kebijakan yang telah ditetapkan di awal.

3)        Sumber daya

Sumber daya menunjukkan kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan.

4)        Komunikasi antar badan pelaksana

Menurut Harold Koontz (1981:686) yang dimaksud komunikasi adalah penyampaian informasi dari pengirim kepada penerima dan informasi itu dimengerti oleh yang menerima. Yudith R. Gordon dkk (1990:359) mengartikan komunikasi sebagai pemindahan informasi, gagasan, pengertian, atau perasaan antar orang. Komunikasi juga dapat diartikan sebagai penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan.

Komunikasi antar badan pelaksana menunjuk kepada mekanisme prosedur yang dicanangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan program.

5)        Karakteristik badan pelaksana

Karakteristik badan pelaksana, menunjuk seberapa besar daya dukung struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang terjadi di internal birokrasi.

6)        Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik

Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik menunjuk bahwa lingkungan dalam ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan itu sendiri.

7)        Sikap pelaksana.

Sikap pelaksana menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting dalam implementasi kebijakan.

Kemudian hal yang perlu dipahami, bahwa keterkaitan teori implementasi dari Van Meter dan Horn, serta beberapa teori sebelumnya terhadap penelitian Implementasi kebijakan menyatakan bahwa selain ketujuh faktor sebagaimana dikemukakan di atas, sesungguhnya tidak menutup kemungkinan terdapat faktor-faktor lain, sepanjang mendukung data dalam penelitian. Hal ini disebabkan karena penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang tujuan utamanya memahami secara mendalam bagaimana implementasi kebijakan SIPKD dalam pembuatan laporan keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DASAR HUKUM

·         Pemendagri No. 13 Tahun 2006

·         SE.No.900/122/BAKD/2008

·         SE.No.900/360/BAKD/2009

·         Surat Keputusan Bupati Buleleng No. 900/125/HK/2013

Kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah

·       Standar dan sasaran kebijakan

·       Kinerja kebijakan

·       Sumber daya

·       Komunikasi antar badan pelaksana

·       Karateristik badan pelaksana

·       Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik

·       Sikap pelaksana

Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Pembuatan Laporan keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng

Laporan Keuangan yang Akuntabel

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 3. Kerangka Pemikiran

 

9.      Definisi Operasional

Untuk memberikan kemudahan dalam memahami variabel yang akan diukur dalam penelitian ini, perlu dirumuskan pengertian dan istilah yang digunakan untuk memperoleh batasan yang jelas dan memudahkan dalam menentukan indikatornya. Variabel dalam penelitian ini menggunakan satu variabel atau variabel tunggal, yaitu implementasi kebijakan.

Implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan komponen pelaksana dalam mencapai tujuan dan sasaran program yaitu program SIPKD dalam pembuatan laporan keuangan di Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng. Adapun dimensi dari penelitian ini akan dilihat dari aspek:

1)        Faktor implementasi kebijakan

Titik tekan dimensi ini pada bentuk pelaksanaan kegiatan operasional dalam rangka pembuatan laporan keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng.

2)        Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan yaitu apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan baik yang berwujud atau tidak. Titik tekan dimensi inipada bentuk kejelasan dari program yang diimplementasikan yaitu program SIPKD dalam pembuatan laporan keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng.

3)        Kinerja kebijakan

Titik tekan dimensi ini ada pada penilaian terhadap pencapaian standar dan sasaran kebijakan yang telah ditetapkan di awal.

4)        Sumber daya

Sumber daya menitikberatkan pada besarnya dukungan finansial dan sumber daya manusia dalam melaksanakan program atau kebijakan SIPKD untuk pembuatan laporan keuangan di Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng.

5)        Komunikasi antar badan pelaksana

Komunikasi antar badan pelaksana merujuk kepada komunikasi yang terjalin antara pembuat laporan keuangan dengan pihak yang diberikan laporan keuangan terkait.

6)        Karakteristik badan pelaksana

Karakteristik badan pelaksana merujuk kepada seberapa besar daya dukung struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang terjadi di internal birokrasi Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng khususnya dibagian pengelolaan keuangan.

7)        Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik

Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik merujuk kepada lingkungan Dinas Kesehatan Kabpaten Buleleng yang mempengaruhi pembuatan laporan keuangan.

8)        Sikap pelaksana.

Sikap pelaksana menitikberatkan kepada orang yang membuat laporan keuangan dengan menggunakan aplikasi SIPKD dala hal ini user SIPKD bersangkutan.

 

10.  Metode Penelitian

a.      Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, serta melakukan observasi dan wawancara pada beberapa tempat pelayanan publik yaitu Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Pemilihan Kabupaten Buleleng sebagai lokasi penelitian tidak terlepas dari pengalaman penulis dalam proses pembuatan laporan keuangan pada Dinas Kesehatan yang masih menemukan beberapa kendala sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap kendala yang dihadapi tersebut.

 

b.      Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berusaha mendeskripsikan dan menyajikan hasil penelitian secara lengkap sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Melalui pendekatan kulitatif diperoleh pemahaman dan penafsiran yang mendalam mengenai makna, kenyataan, dan fakta yang relevan.

 

c.       Sumber dan Jenis Data

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive, dimana peneliti memakai berbagai pertimbangan yaitu berdasarkan konsep teori yang digunakan serta keingintahuan peneliti tentang karakteristik dari objek yang ingin diteliti.

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ini adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan sebagainya. Sumber data dalam penelitan ini adalah:

 

 

1)      Informan Kunci

Informan ditentukan dengan menggunakan metode pengambilan sample purposif (purposial sampling), ditetapkan dengan sengaja pada subjek yang dianggap menguasai dan memiliki kemampuan untuk memberikan informasi tentang masalah yang diteliti sesuai dengan gejala dan fakta yang ada. Data yang diperoleh dari informan kunci berupa kata-kata hasil wawancara sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai.

Informan awal diminta untuk menunjukkan informan lainnya yang dapat memberikan informasi dan data yang berkaitan, demikian seterusnya sampai menunjukkan tingkat kejenuhan informasi. Data dan informasi yang diperoleh dinyatakan memperoleh tingkat kejenuhan apabila dari penambahan informasi berikutnya memperoleh informasi dan data yang sama dari informan terdahulu. Dengan demikian, cara seperti tersebut menggunakan snow ball sampling, yaitu informasi yang dipilih secara bergulir sampai menunjukkan tingkat kejenuhan informasi.

Dalam penelitian ini, informan kunci yang berkaitan dengan implementasi kebijakan SIPKD dalam pembuatan laporan keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng dengan menggunakan model implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn. Keberhasilan implementasi akan didukung oleh beberapa faktor yaitu: standar dan sasaran kebijakan; kinerja kebijakan; sumber daya; komunikasi antar badan pelaksana; karakteristik badan pelaksana; lingkungan sosial, ekonomi, dan politik; sikap pelaksana. Dalam memperoleh informasi terkait faktor tersebut, maka akan dilakukan wawancara secara mendalam dengan informan kunci antara lain:

a).    Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng

b).    Pejabat Penata Keuangan (PPK)

c).    Bendahara Penerimaan dan Pengeluaran Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng

d).   Kepala Puskesmas

e).    Bendahara Penerima Pembantu

 

 

2)      Dokumen

Teknik dokumentasi dipakai untuk memperoleh data melalui bahan-bahan tertulis berupa peraturan-peraturan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Bahan-bahan laporan dan arsip-arsip lainnya yang relevan dalam rangka pelaksanaan SIPKD juga merupakan sumber data yang menunjang penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk melengkapi informasi penelitian disamping untuk mendukung teknik-teknik pengumpulan data yang telah disebutkan di atas.

 

d.      Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Untuk memperoleh data penelitian, digunakan cara:

1)      Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yang bersumber pada laporan-laporan, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, terutama mengenai implementasi kebijakan SIPKD dalam pembuatan laporan keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng. Data-data yang dikumpulkan merupakan data yang mempunyai kesesuaian dan kaitan dengan kebutuhan penelitian yang dilakukan.

2)      Data primer

Mencari data primer dapat dilakukan dengan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan menggunakan alat penelitian verbal (tape recording) untuk memperoleh data-data yang diperlukan. Hal ini disebabkan karena pada penelitian kualitatif, kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang paling utama. Terkait dengan hal tersebut, wawancara mendalam sangatlah penting dalam penelitian ini. Peneliti melakukan wawancara dengan mengadakan tanya jawab langsung dengan informan antara lain: Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, Pejabat Penata Keuangan (PPK) Bendahara Penerimaan dan Pengeluaran Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, Kepala Puskesmas, Bendahara Penerima Pembantu.

Wawancara dalam penelitian ini akan menggunakan intervew guide atau catatan garis besar materi wawancara untuk menggali informasi di lapangan, yang kemudian dikembangkan oleh peneliti selama wawancara berlangsung, sehingga diperoleh informasi sebanyak dan seakurat mungkin.

3)      Observasi

Teknik observasi yaitu mengamati secara langsung baik formal maupun informal dari berbagai kegiatan dalam rangka pelaksanaan pengelolaan dan pembuatan laporan keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng. Tujuan observasi lapangan adalah untuk melihat secara langsung kondisi lingkungan dan fakta yang terjadi, sehingga dapat dicocokkan antara hasil wawancara serta fakta sosial yang ada. Hal ini dilakukan dalam rangka melengkapi data primer di lapangan dan data sekunder yang diperoleh dari pengumpulan arsip dan dokumen-dokumen sebelumnya.

 

e.       Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam rangka keperluan penelitian yang bersifat kualitatif, peneliti mengikuti beberapa cara yang sering digunakan untuk memeriksa keabsahan data, yaitu:

a).    Keikutsertaan

Bahwa peneliti sendiri merupakan instrumen dalam penelitian kualitatif maka untuk meningkatkan kepercayaan terhadap data yang dikumpulkan, peneliti harus terlibat secara langsung dengan pelaksanaan di lapangan dalam mengamati proses pelaksanaan pembuatan laporan keuangan. Keikutsertaan peneliti akan menentukan keberhasilan pengumpulan data dan derajat valitidas data.

b).    Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan peneliti bertujuan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan yang dicari dan kemudian memusatkan perhatian terhadap hal-hal tersebut secara rinci. Hal ini sangat penting tetapi tergantung kemampuan peneliti di dalam menangkap suatu gejala atau masalah.

c).    Triangulasi

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang sudah diperoleh tersebut. Triangulasi dibedakan menjadi empat macam sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan:

1)      membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara;

2)      membandingkan apa yang dikatakan informan di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi;

3)      membandingkan apa yang dikatakan informan tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu;

4)      membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintah;

5)      membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.

Dengan menggunakan teknik triangulasi ini, peneliti berusaha mencermati gejala dari sudut pandang dan pengalaman berdasarkan perbandingan hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, serta membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang ada di lokasi penelitian.

Untuk menambah keabsahan temuan penelitan ini juga ditempuh dengan cara memberikan kesempatan kepada beberapa subyek penelitian untuk mengecek kebenaran hasil penelitian. Pengecekan dilakukan antara lain: dengan memberi kesempatan kepada subyek penelitian untuk memeriksa data mentah yang telah terkumpul dan memberi kesempatan pada subyek penelitian memeriksa temuan serta kesimpulan sementara penelitian.

d).   Kecukupan Referensi

Dipergunakan untuk pemeriksaan keabsahan data terutama untuk validitas data dan berfungsi sebagai referensi dan analisis serta penafsiran data.

e).    Uraian yang Rinci

Uraian yang rinci merupakan cara melaporkan hasil penelitian dengan teliti dan cermat serta dapat menggambarkan konteks penelitian. Langkah ini dilakukan mulai dari penyajian data sampai dengan analisis yang sesuai dengan variabel-variabel penelitian.

Agar data menjadi valid, dari pemeriksaan keabsahan data, penelitian ini cenderung menggunakan konsep triangulasi. Hal ini disebabkan karena dengan menggunakan konsep triangulasi, data selain diperoleh dari berbagai sumber yagn berbeda, juga diperoleh dari teknik yang berbeda pula. Hasil pencocokan data-data tersebut pada proses triangulasi akan menghasilkan data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kredibilitasnya.

 

f.       Analisis Data

Analisa data adalah serangkaian kegiatan mengolah data yang telah dikumpulkan dari lapangan menjadi seperangkat informasi atau hasil baik dalam bentuk temuan-temuan baru, memeriksa, maupun menjelaskan temuan-temuan untuk membuktikan dan menguji hipotesis.

Pada penelitian ini, data yang diperoleh di lapangan, baik data sekunder maupun data primer akan disusun dan disajikan serta dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif berupa pemaparan yang kemudian dianalisis dan dinarasikan sesuai dengan masalah penelitian. Analisis kualitatif merupakan teknik analisis berupa kegiatan mengamati, memahami dan menafsirkan setiap data atau fakta serta hubungan diantara dua data atau fakta-fakta yang berkaitan dengan variabel-variabel dalam hipotesis.

Dalam kaitan dengan hal tersebut, data, fakta atau informasi yang berhasil dikumpulkan di lapangan disusun ke dalam  pola tertentu, kategori tertentu, tema tertentu, atau pokok permasalahan tertentu. Karenanya, setiap catatan harian yang dihasilkan dalam pengumpulan data baik hasil wawancara maupun dari hasil observasi, perlu direduksi dan dimasukkan ke dalam pola, kategori, fokus atau tema tertentu yang sesuai. Dan selanjutnya peneliti dapat mengambil kesimpulan-kesimpulan yang bobotnya tergolong komperhensif dan mendalam dari hasil pemahaman dan pengertiannya.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman yang mencakup tiga kegiatan yaitu : 1) reduksi data; 2) penyajian data; 3) penarikan kesimpulan.

1)        Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstraksian dan pentransformasian data kasar dari lapangan. Reduksi data dilakukan selama proses penelitian berlangsung. Selama proses reduksi data, peneliti benar-benar mencari data yang valid. Jika peneliti memperoleh data yang disangsikan kebenarannya maka data yang diperoleh akan dicek ulang pada informan lain yang dirasa lebih mengetahui permasalahan yang diangkat.

2)        Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penyajian data pada penelitian ini yaitu teks naratif.

3)        Penarikan kesimpulan dilakukan setelah peneliti mereduksi data yang diperoleh dan menyajikan dengan baik. Penyajian data yang tertata dengan baik memudahkan peneliti dalam menarik suatu kesimpulan. Kesimpulan yang dibuat didasarkan pada data yang diperoleh dan disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat.

            Berdasarkan uraian tersebut, lebih jelasnya teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.

Data  Display

(penyajian data)

Conclusions drawing/verifying

(Menarik kesimpulan/verifikasi)

Data Collection/

Kumpulan Data

Reduksi data

(Rcduksi Data)

 

 

 

 

 

 

 




 


 

2 komentar: